Hal itu juga seperti dilakukan Om Sau. Seorang pemuda perintis Kemerdekaan yang terlupakan. Nama Om Sau, dikenal dengan Mas Gondo, aktivis pergerakan yang tengah menumbuhkembangkan kesadaran orang Ternate tentang pentingnya perjuangan mengusir penjajah.

Para aktvis itu telah ditangkap. Melarikan diri. Budi mulai mati tetapi ideologinya tentang mereka semakin membesar. Sebagian orang meyakini bahwa dia dibuang ke Boven Digul, tetapi sebagian lagi menyebut dia pulang ke tanah Jawa.

Tak hanya sampai di situ, ketika berbicara tentang pelariannya, Om Sau juga sempat dibuang hingga Cina. Dengan begitu, Bang Gha mencari formulasi mendekatkan Om Sau dengan Nenek Am (Maryam Adjaran), asal Gurabati, salah seorang murid penghuni asrama sekolah Taman siswa yang dulu terletak di Kasturian. Nenek Am ini masih sempat mengingat dengan jelas aktivitas Om Sau yang saat itu adalah pimpinan Masyumi Maluku Utara.

Benyamin Mardjabessy dalam buku Sultan Nuku perjuangan mempertahankan kedaulatan Kerajaan Tidore 1780-1805, telah dijelaskan Nuku telah berpengalaman atas perilaku politik pemerintah kolonial Belanda terhadap kerajaan Tidore khususnya dan umumnya Maluku.

Benyamin mengatakan, Nuku sadar bahwa sekalipun ia telah berhasil merebut kembali tahta kerajaan Tidore dan membangun kekuatan besar yang membentang dari Papua sampai Seram Timur, tidak akan tercipta ketenteraman di Maluku apabila pemerintah Belanda masih bercokol di Ternate.

Saya mencoba membaca lagi dan menemukan Sejarah Maluku, Banda Naira, Ternate, Tidore, dan Ambon yang ditulis Des Alwi. Lelaki kelahiran Banda Naira ini telah memilih Konfrontasi Ternate, Tidore, Spanyol, Portugis, Inggris, Belanda sebagai judul.

“Yang pasti ingatan kita tentang perampasan, penjajahan, dan pembantaian masih tersimpan rapi dalam sanubari rakyat Maluku Utara,” gumam saya. Tetapi Des Alwi mengungkapkan, Sultan Said, tampaknya, tidak perlu lagi takut kepada orang-orang Portugis dan Spanyol, dan meskipun ia tidak secara aktif ikut dalam pengusiran mereka dan tidak menggondol sesuatu kemenangan, tetapi sukses masih menyertai pemerintahannya yang sebenarnya tidak cemerlang itu. Bahkan masa-masa yang lebih sulit ada di ambang pintu, Sultan Said yang selama bertahun-tahun pertama pemerintahannya tak memberi kesan baik akan muncul sebagai tokoh yang lebih menarik walaupun mungkin tidak lebih bijaksana. Ia merupakan korban keadaan daripada korban ulah sendiri. Antara 1599 dan 1606 merupakan tahun-tahun paling penting dalam sejarah Ternate. Selama masa itu, Sultan Said tidak hanya harus menghadapi orang Portugis dan Spanyol, tetapi juga orang Inggris dan Belanda. Dalam gonta-ganti kunjungan dan konfrontasi, ia muncul sebagai tokoh yang lebih serasi dengan tradisi nenek moyangnya.