Demi kemerdekaan yang suci
Juanga terus berlayar. Kapita angkat parang dan salwaku
Berjuang menegakkan keadilan
Hingga menemukan ancaman tentara asing di lautan

Di seberang lautan
demi berkibarnya sang saka merah putih
daun nenas jadi solusi menjahit bendera merah putih
saatnya Tanjung Mareku berkibar, gumam nenek Aminah

Jangan ulang tragedi 18 agustus 1946
karena banyak senapan menusuk dada ngofa sedano
namun Timur Indonesia tetap merdeka
rasanya merdeka sekarang. Ini saksi
bahwa sejarah tak bisu mengungkap fakta
sebab kemarin airmata basahi tanah Tidore

“Jangan lewat batas pantai. Sebab laut dan darat sama saja mati atas borero”

Mesti pahlawan ketat di musim penjajahan
Bunyi senapan melangit
Suara dibungkam
Kampung mengapung di lautan
Tinggal nama dalam sejarah

Tidak ada lagi suara
Tunduk adalah cara bersikap
Sementara nene Aminah disandera tanda sebab

Aminah merunduk diam
Selesai kompromi harus angkat kepal tangan
Merdeka atau mati harus mati di atas genangan darah
Ambil kain jin ikat di tiang kibarkan bendera

Merah putih siap berkibar
Sekali kali teriakan
Allahu akbar. Allahu akbar
Berkibar
Berkibar
Berkibarlah lalu beri kabar kepada bangsa

Sang penjahit bendera sudah pergi
dengan nama terukir di batu nisan
“Aminah Sabtu kembali berbalut kain kafan
pergi dengan firman tuhan secara khusnul khatimah”

ini wajah terakhir
dari dua tangan yang muda hingga renta
menakluk penjajah demi Indonesia yang melupakan makamnya.

Tidore,1 November 2019

Namun para pemudi dan pemuda di Kelurahan Mareku tetap merawat tragedi tersebut yang dikemas dengan menggelar upacara di setiap tanggal 18 Agustus. Mereka merawat ingatan dengan melibatkan Sangaji Laisa dan Sangaji Laho mengunjungi makam Aminah Sabtu. Sebuah persembahan kepada tanah dan leluhur di negeri yang bertuan.