Kesedihan begitu merasuk dalam jiwa Risya, apalagi dia dipaksa sang paman untuk menikah di usia muda. Akan tetapi semangat yang masih ada dalam diri Risya bangkit untuk membuktikan bahwa perempuan Halmahera adalah perempuan tangguh dan gigih.
Risya kemudian bisa membuktikan bahwa orang Halmahera yang sering dijuluki sebagai orang kampung bisa menjadi yang terbaik. Kesuksesan Risya tak luput dari semangat ayahnya yang telah pergi mendahuluinya.
“Cerita ini diangkat untuk menunjukkan Halmahera Barat sebagai salah satu bumi rempah Maluku Utara yang secara historis menjadi daerah persinggahan bangsa asing untuk mencari rempah-rempah,” kata Lutfi.
Selain itu, lanjut dia, di Halmahera Barat masih memiliki peninggalan tradisi seperti makan adat Orom Sasadu, tenun khas suku Sahu, tarian Legu Salai, sistem barter bahan makanan, kuliner khas (seperti ikan kuah kuning, pisang mulu bebe dan teh rempah), dan produk khas rempah (sirup rempah pala) yang memiliki nilai promosi dan edukasi untuk setiap orang yang menyaksikan film ini.
“Di mana pesan yang disampaikan dalam film ini agar selalu menghormati dan menghargai perbedaan. Sebagai generasi muda harus punya jiwa semangat, tolak nikah di bawah umur dan tetap menjaga dan melestarikan warisan nenek moyang sebagai aset masa depan,” tandas Lutfi.
Nanel: Impian dalam Rempah di Mata Wakil Bupati
Wakil Bupati Halmahera Barat, Djufri Muhamad, usai menyaksikan film tersebut mengatakan Nanel: Impian dalam Rempah sangat menginspirasi karena dapat mempromosikan budaya termasuk potensi rempah-rempah di Halmahera Barat. Selain itu, memberikan motivasi advokasi kepada anak muda.
“Jadi film pendek karya anak-anak Halmahera Barat sangat luar biasa,” terangnya.
Orang nomor dua di Pemkab Halmahera Barat ini berharap film ini dapat diputar di setiap sekolah.
Tinggalkan Balasan