Kedua: Gogaho (perilaku), Dodolomu (kekerabatan), Nonako (identitas), dan Gawene (nilai). Banari mengungkapkan, Libuku Iha yang kedua ini tak lain adalah turunan dari Libuku Iha yang pertama. Nilai tertinggi bagi orang Galela baik sebagai individual dan masyarakat adalah Giki Moi. Artinya Giki Moi adalah acuan nilai dalam pranata perilaku/gogaho, kekerabatan masyarakat/dodolomu, identitas/nonako, dan nilai/gawene itu sendiri.

Kita bisa melihat ini misalnya dalam konsep kematian orang Galela, O’Masigiliho (jamak: Yo Masogiliho). Berakar dari kata gi-liho yang berarti “balik/pulang”, OMasigiliho adalah konsep kembali atau pulang pada asal. Dan orang Galela tak pernah mengenal yang “asal-sumber” selain Giki Moi.

Ketiga: Melalui Libuku Iha Orang Galela mengenal empat arah mata angin: Koremie (angin utara), Koresara (angin selatan), Wangemasiwa (angin timur), dan Mangemadumu (angin barat).

***

Saya kira, tiga ajaran Libuku Iha yang sudah disinggung di atas, masih banyak lagi ajaran-ajaran tradisional orang Galela yang masih tercecer di sana-sini yang belum digulir ke dalam wacana publik orang Galela. Persega, dengan konsep Posidabi Libuku Iha tidak hanya merekonsiliasi empat wilayah kecamatan Galela, tapi juga mulai menaruh harapan pada Persega yang sudah begitu kuat tertambat dalam hati orang Galela dapat diperluas melalui agenda-agenda kultural.

Demikian catatan ini dibuat untuk Ketua Umum baru Persega. Auuuu, Ye…