“Organisasi perempuan siap mengawal kasus ini. Terus saya mengapresiasi teman-teman media, kita adalah mitra sama-sama mengawal kasus ini,” cetusnya.

Sedangkan perwakilan Perlindungan Perempuan dan Anak (P3A) di Dinas Sosial Pulau Morotai, Tenri Adelia Aris, meminta sisi psikologi korban ikut diperhatikan.

“Itu harus kita perhatikan, kemudian bagaimana penerimaan masyarakat si korban itu, bagaimana masyarakat tidak mengucilkan korban ini,” pintanya.

Pada kesempatan yang sama, Kapolres Pulau Morotai AKBP A’an Hardiansyah menyatakan ia tak perlu lagi mengungkapkan kornologis kasus secara detail. Hal ini untuk menjaga psikologis korban.

“Selama saya menjabat Kapolres ini tidak pernah saya ekspos (kasus kekerasan seksual). Bukan karena (pelakunya) anggota, tapi saya lebih menitikberatkan dampak psikologi, dampak sosial terhadap korban, khususnya perempuan dan anak. Makanya kemarin berkas sudah P21,” tuturnya.

“Saya harapkan hari ini berkas tidak perlu dibaca lagi, kenapa? Karena Kejaksaan sudah tahu. Saya tidak akan ekspos yang lain terkait dengan siapa korbannya, kejadiannya bagaimana, saya tidak menceritakan karena ini menyangkut dengan hak asasi perempuan,” sambung A’an.

Berkaitan dengan sidang kode etik terhadap tersangka, ujarnya, tak perlu menunggu putusan pidana inkrah.

“Jadi langsung kami melakukan sidang kode etiknya. Dan kode etik itu putusan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH), pemecatatan, dan itu saya pastikan 99,9 persen,” tegas A’an.

“Harapan saya, bagi yang sudah tidak betah lagi di kepolisian, daripada berbuat masalah lebih baik mengajukan undur diri,” tandasnya.