Tandaseru — Kapolda Maluku Utara, Irjen Pol Risyapudin Nursin memberikan kesempatan kepada Amin Drakel, Anggota DPRD Malut yang juga tersangka kasus dugaan tindak pidana pencemaran nama baik melalui Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) untuk menempuh upaya restorative justice.

Upaya penyelesaian perkara melalui cara mediasi damai antara tersangka dengan pelapor dalam kasus ITE ini dinilai sebagai langkah yang tepat.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (UMMU) Ternate, Hendra Kasim mengatakan, sikap Polda ini sudah sesuai dengan Surat Edaran (SE) Kapolri Nomor SE/2/11/2021 tentang kesadaran budaya beretika untuk mewujudkan ruang digital Indonesia yang bersih, sehat, dan produktif.

“Berdasarkan surat edaran tersebut Polri memprioritaskan atau menekankan pendekatan restorative justice (pemulihan keadilan), penyelesaian perkara di luar pengadilan melalui proses mediasi, dalam penanganan kasus dugaan pelanggaran UU ITE,” jelas Hendra kepada tandaseru.com, Senin (20/9).

Meski begitu, kata Hendra, jika kasus tersebut berkas perkaranya telah lengkap dan dilimpahkan ke jaksa maka pendekatan restorative justice tidak dapat ditempuh. Selain itu, upaya ini pun tergantung pula pada keputusan pelapor.

“Menurut saya ini adalah terobosan hukum.
Meskipun demikian, jika pelapor tidak mau menempuh jalur restorative justice, maka proses tersebut harus dilanjutkan berdasar hukum acara pidana yang berlaku,” ujarnya.

Direktur Eksekutif Perkumpulan Demokrasi Konstitusional (PANDECTA) Provinsi Maluku Utara ini juga menilai, proses hukum dalam kasus ini pun harusnya tidak berlarut-larut.

Sebab, dalam hukum ada istilah justice delayed is justice denied yang artinya semakin lama menahan proses hukum, maka semakin tidak adil.