Tandaseru — Predikat Kota Layak Anak (KLA) yang diraih Kota Ternate, Maluku Utara, nampaknya tidak selaras dengan tren kasus kekerasan seksual terhadap anak yang terjadi di kota pulau ini.

Buktinya, laporan LSM Daurmala menyebutkan, terhitung sejak Januari sampai awal Agustus 2021, berdasarkan data Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Ternate, tercatat adanya 21 kasus kekerasan seksual terhadap anak.

Dari jumlah kasus tersebut, 12 diantaranya mendapat pendampingan LSM Daurmala.

“Di Maluku Utara itu Ternate kasusnya paling meningkat. Kalau ditambah dengan kasus pencabulan baru-baru ini sudah 21 kasus,” ujar Nurdewa Safar, Direktur LSM Daurmala, Selasa (3/8).

Menurut Nurdewa, angka kasus tersebut belum lagi jika dihitung dengan kasus yang ditangani LSM lainnya di Kota Ternate.

Nurdewa bilang, adanya peningkatan kasus yang bisa disebut sebagai darurat kekerasan anak secara khusus di Kota Ternate, dan umumnya di Maluku Utara, dinilai perlu adanya perhatian serius semua pihak terkait, terutama pemerintah daerah.

Terutama di masa pandemi Covid-19 ini, kata dia, anak-anak sebagai kelompok yang paling rentan juga ikut terdampak.

“Contohnya, kasus kekerasan anak itu meningkat karena itu soal dampak dalam pandemi. Orang tua juga sudah vulgar tidak melakukan proses pengawasan terhadap anak karena dia juga berpikir soal kondisinya. Kemudian ada predator-predator yang mengintai anak-anak kita, sehingga ada kesempatan itu,” jelasnya.

Menyikapi masalah ini, dia berharap agar pemerintah tidak hanya fokus pada penanganan Covid-19 namun juga fokus pada dampaknya, termasuk pada anak-anak.

Ia pun menyarankan agar pemerintah daerah bersama stakeholders terkait duduk bersama membahas persoalan perlindungan anak.

“Dalam 2 tahun terakhir ini pemerintah fokus penanganan Covid-19, sehingga ini diabaikan. Padahal sebenarnya ini dampak. Makanya itu saat pembentukan satgas harusnya jangan hanya Dinas Kesehatan saja, tapi dipikirkan juga peran perempuan dan anak itu dimana,” cetus dia.