“Kalau jenis pala AB sudah dikategorikan jenis pala sudah bagus, jenis pala SS adalah jenis pala fororo (berkeriput), dan pala jenis BWP kategori jenis pala hancur.”

Selain itu, terdapat satu jenis pala yang menurutnya, disebut sebagai  pala yang ada ulat. Sebab jenis ini, dapat disimpulkan tidak diproduksi. Kalaupun dipaksa jual, maka sudah tentu membuat pala rusak dan kualitasnya menurun.

Setelah beberapa menit bercerita, udara makin dingin. Kami berdua berhenti sejenak,  mengisap sebatang rokok dan ditemani kopi. Tak lama kemudian, lanjut Ukhye, di saat membeli di daratan Halmahera untuk membeli pala, respon petani sangat bagus.

Ukhye lanjut bercerita. Dari wajah yang sederhana, ia adalah sahabat yang saya kenal sebagai pekerja keras. Bukan lantas berhenti sebagai seorang guru dan tidak lagi kembali berdiam diri. Tetapi, ia tetap berusaha dan bersyukur atas apa yang Tuhan berikan kepadanya.

Sebagai pembeli pala, ia menjelaskan kepada petani pala sewaktu melayani petani di tempatnya. Menurut Ukhye, cara memilih pala yang berkualitas, harus mulai dari  proses pengelolaan dari panen hingga mendapatkan pala yang berkualitas.

“Sebab hampir sebagian petani Pala belum terlalu paham. Misalnya, pala yang belum kering, mereka jual lebih dulu tanpa melihat kondisi jenis pala yang paling berkualitas saat dijual.  Karena rata-rata petani kita saat menjual pala hanya mengejar harga. Mereka menjual pala yang belum terlalu tua alias belum pecah dari buahnya,” katanya.

Untuk diketahui, buah pala yang sudah layak (tua) untuk dipetik, yang dilihat adalah pala yang sudah terbelah dari buahnya. Sebab pala dengan kualitas tersebut sudah dikategorikan sebagai pala yang sudah bisa dipetik atau panen.

Ukhye bilang, yang membuat kualitas pala jatuh dikarenakan proses menumbuk pala. Akhirnya, banyak pala hancur dan retak.