Ukhye yang saya kenal, tak sekadar menjadi seorang guru, namun ia mengisi waktu dengan melakukan edukasi dengan mengabadikan momen foto human interest. Apa yang ia abadikan lewat dinding Facebook, bagi saya, ia telah menciptakan realitas di Halmahera selatan. Selain foto human interest, ia juga punya foto-foto jurnalistik yang jarang saya temukan di luar Tidore. Itu yang sangat apresiasi.

Setiba pukul 11.15 WIT malam itu, ia menghampiri saya dengan senyum. Senang hati. Kemudian dilanjutkan dengan bersalaman. Malam itulah, kita saling bertatap muka, saat berhijrah ke Halmahera dan balik di kampung halaman. Ia adalah teman sewaktu masih di bangku kuliah.

Ia bertanya kepada saya, mau minum kopi?

Jawab saya, minum. Asalkan kopi  dicampur dengan rempah, seperti pala dan cengkih.

Di bawah pohon mangga, tersedia kopi rempah dan rokok. Saya, Ukhye, ditambah satu temannya, saling menanyakan kabar. Alhamdulillah, semuanya dalam keadaan sehat walafiat. Setelah itu, kembali Ukhye mulai bercerita tentang dirinya menjadi seorang pembeli buah pala serta fuli.

Rasa gembira, senang, dan bersyukur karena masih bersilaturahmi dengannya. Bunyi jangkrik malam itu, seperti  berada di sebuah hutan. Sebab malam itu, kami bertiga ditemani sunyi. Hening di saat ukhye mulai menjelaskan, waktu ia menjadi tukang pembeli pala, ia jarang ditemukan di kampung, karena harus melayani petani pala di daratan Halmahera.

Ukhye menuturkan, petani di wilayah Tidore sangat banyak. Namun cara pengelolaan pala dari petani belum maksimal. Artinya, 50 persen bagus, dan 50 persennya tidak bagus.

Kehidupan kesehariannya sebagai pembeli pala, ia juga sebagai pengelola pala. Mulai dari  jenis pala AB, SS, dan BWP.