Di Morotai sendiri belum terbentuk Perawatan Dukungan Pengobatan (PDP) khusus HIV/AIDS.

“Maka biasanya pasien di Morotai dirujuk ke Tobelo untuk mendapatkan pelayanan yang lebih. Pelayanannya sudah ada, cuman untuk pengobatannya itu masih di Tobelo. Kita ada RDT (Rapid Diagnostic test) HIV, terus ada juga lewat pemeriksaan laboratorium,” terang Syahrir.

Menurut dia, untuk kasus HIV/AIDS di Morotai kebanyakan yang terdampak adalah perempuan. Hanya saja jumlah pastinya belum dirinci.

“Ketahuan saat pemeriksaan kan lewat pemeriksaan sampel darah, terus bisa terdeteksi orang tersebut teridentifikasi terkena AIDS dan di tahun 2020 terjadi peningkatan karena diketahui saat teman-teman kita di lapangan intensif melakukan penjaringan pemeriksaan rutin,” ujarnya.

“Terkait penyakit HIV ini, baik itu di sekolah terus di masyarakat, di tempat-tempat kesehatan dan di posyandu ini dilakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat di seluruh kecamatan dan di bidan-bidan desa juga,” tambahnya.

Penularan HIV/AIDS sendiri bisa terjadi lewat beberapa cara. Namun Syahrir bilang, yang paling dominan adalah lewat hubungan seksual.

“Suntikan yang berulang-ulang terus lewat transfusi darah, kemudian hubungan seks. Yang paling dominan ini hubungan seks yang tidak aman, ganti-ganti pasangan. Jadi kuncinya, kita setia dengan pasangan satu saja,” tegasnya.

“Harapan ke depan kepada seluruh masyarakat Morotai untuk menjaga diri dari penyakit HIV/AIDS. Ini pada dasarnya kita menjaga kondisi dan kuatkan iman dan takwa,” tandas Syahrir.