Tandaseru — Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Provinsi Maluku Utara mendukung penuh pemberlakuan kebiri kimia bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Pasalnya, tindakan kekerasan berpotensi meninggalkan trauma seumur hidup bagi korban.
Kepala DP3A Malut Musrifah Alhadar mengungkapkan, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2020 yang telah ditandatangani Presiden Joko Widodo awal Januari 2021 kemarin, ada empat jenis hukuman yang dapat dikenakan pada pelaku kekerasan seksual pada anak. Yakni kebiri kimia, pemasangan alat pendeteksi elektronik, rehabilitasi, dan pengumuman identitas pelaku.
“Kami sangat bersyukur dengan adanya pemberlakuan aturan ini,” ungkap Musrifah saat diwawancarai di ruang kerjanya, Rabu (13/1).
Teknis tindakan kebiri kimia, kata Musrifah, diserahkan ke Dinas Kesehatan atau instansi terkait di bidang kesehatan.
Ia berharap, pemberlakuan beleid PP 70/2020 dapat menurunkan angka kekerasan seksual pada anak di Malut. Pada tahun 2020, kekerasan seksual menempati urutan pertama bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak di Malut. Ada 48 korban di 10 kabupaten/kota yang tercatat DP3A.
“Mengapa aturan kebiri kami rasa penting? Karena misalnya pelaku kekerasan seksual tertangkap, lalu misalnya dihukum 1, 2 tahun, setelah itu bebas. Tapi bagi si anak yang jadi korban, trauma yang dirasakan bakal ada seumur hidup. Bisa tidak kita kembalikan kejiwaan si anak seperti semula ke masa sebelum ia menjadi korban? Tidak bisa,” ujar Musrifah.
“Mungkin sampai mati korban tidak akan bisa lupakan peristiwa yang ia alami itu,” sambungnya.
Musrifah bilang, dengan adanya PP 70/2020, orang-orang yang hendak melakukan kekerasan seksual terhadap anak bisa berpikir berulangkali sebelum merealisasikan tindakannya.
Ia juga berharap para korban kekerasan seksual tidak ragu untuk melapor. Sebab saat ini hukuman untuk para pelaku telah diperberat dengan PP 70/2020.
Dilansir dari liputan6.com, dalam beleid ini ada tiga kategori pelaku kekerasan seksual terhadap anak yang dapat dihukum dengan aturan baru tersebut. Pertama, terhadap pelaku pidana persetubuhan kepada anak.
Kedua, pelaku persetubuhan terhadap anak dengan kekerasan atau ancaman yang memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain yang juga pelaku persetubuhan.
Ketiga, pelaku perbutan cabul terhadap anak dengan kekerasan atau ancaman, memaksa melakukan tipu muslihat, dengan serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.
Namun demikian, pada Pasal 4, hukuman terhadap tiga kategori pelaku itu dikecualikan jika pelaku juga masih tergolong sebagai anak.
Sebagai informasi, tindakan kebiri tidak bisa dilakukan secara langsung. Hal tersebut dilakukan dalam jangka waktu 2 tahun. Tindakan kebiri juga mempertimbangkan aspek klinis, kesimpulan dalam pelaksanaannya.
Tinggalkan Balasan