Tandaseru — Tenaga surveillance penanganan Covid-19 di Kota Ternate, Maluku Utara diwajibkan mengembalikan honor yang telah mereka terima di Pemerintah Kota. Pasalnya, honor dari APBN telah cair dan tenaga surveillance tak dibolehkan mendapat dobel anggaran.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Ternate Nurbaity Radjabessy yang dikonfirmasi tandaseru.com membenarkan hal tersebut. Nurbaity bilang, Dinkes bakal segera berkoordinasi dengan pengelola puskesmas untuk membahas pengembaliaan dobel anggaran yang diterima tenaga surveillance.

“Anggaran Covid-19 itu merupakan anggaran dari APBN, namun sejak April, Mei dan Juni anggaran tersebut belum kunjung keluar, maka pemerintah daerah melakukan siasat untuk membayar sejumlah tenaga medis dengan menggunakan APBD melalui anggaran Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD),” ungkap Nurbaity, Selasa (1/9).

“Pembayaran tersebut bukan hanya untuk surveillance namun ada juga dokter, bidan, perawat, semua petugas ini dibayar oleh pemda,” sambungnya.

Pada 7 Juli lalu, tutur Nurbaity, dana dari APBN baru ditransfer ke daerah. Dinkes pun membuat laporan administrasi yang tuntas pada 28 Agustus.

“Anggaran yang diberikan dari pusat melalui APBN itu per orang sebanyak Rp 5 juta, sementara daerah memberikan kepada tenaga perawat ini sebesar Rp 4.200.000. Pembayaran dilakukan per 14 hari kerja sesuai dengan petunjuk dari pusat,” jabar Nurbaity.

“Dana itu saya mau ambil untuk dibagikan ke tim surveillance dan tenaga yang menangani Covid-19. Itu jumlah sebanyak 56 orang saja yang menerima dana tersebut,” tuturnya.

Pembayaran tenaga surveillance hanya untuk puskesmas dalam kota saja. Sedangkan puskesmas di Pulau Hiri, Pulau Moti dan Pulau Batang Dua tidak dibayar karena wilayah tersebut masuk kategori zona hijau.

“Dan karena Kota Ternate merah semua, makanya hanya Ternate saja yang dibayar untuk penanganan Covid-19 tersebut,” tambah Nurbaity.

Dia menjelaskan, anggaran yang cair dari APBN sebesar Rp 5 juta per orang. Anggaran itu bakal dipotong Rp 4,2 juta untuk menggantikan honor surveillance yang sudah dicairkan dari APBD.

“Jadi uang yang Rp 5 juta tersebut untuk bayar honor mereka, tapi mereka harus ganti uang yang daerah sudah kasih, karena satu orang tidak bisa terima uang dua kali dari BPBD dan APBN,” paparnya.

Sistem pengembalian yang dimaksud adalah anggaran tersebut telah masuk ke daerah, dan harus dibayar ke rekening masing-masing.

“Uang tersebut harus ditransfer ke rekening masing-masing, namun orang yang punya belum bisa pegang dulu. Kita harus potong dulu yang sebesar Rp 4.200.000, kembalikan ke daerah baru sisanya Rp 800 ribu mereka ambil,” tukasnya.

Nurbaity menambahkan, saat ini Dinkes masih menyiapkan semua dokumen untuk diserahkan ke BPKAD.

“Jika semua urusan administrasi sudah fix baru saya bicara dengan tenaga surveillance dan lainnya. Rencana 3 September baru saya bahas dengan tenaga surveillance di puskesmas,” tandasnya.