Tandaseru — Kejaksaan Negeri Halmahera Utara, Maluku Utara, beberapa waktu lalu telah menetapkan tiga tersangka kasus dugaan korupsi dana hibah Panwaslu tahun anggaran 2015.

Namun hingga kini, ketiga tersangka tersebut belum juga ditahan.

Hal ini menuai sorotan publik, termasuk akademisi Universitas Hein Namotemo, Gunawan Hi Abas.

Gunawan menyatakan, penanganan kasus ini sejak awal tergolong lamban. Pasalnya, sejak diselidiki pada 2016, baru tahun 2021 dilakukan penetapan tersangka.

Ia mengaku khawatir, penahanan tersangka juga bakal molor.

“Kejari Halut sebaiknya segera menahan para terduga pelaku korupsi dana Panwaslu yang merugikan keuangan negara. Dengan demikian di Halut tidak ada lagi kasus yang sama ke depan. Ini bakal menjadi pembelajaran bagi para pejabat atau ASN lingkup Pemkab Halut sehingga tidak lagi melakukan perbuatan yang merugikan orang banyak,” ujar Gunawan, Selasa (16/3).

Ia pun mempertanyakan kapan Kejari Halut bakal menahan para tersangka.

“Yang jelas kapan akan dilakukan penahanan? Itu saja. Harapan kami sesegera mungkin, itu lebih baik,” tegasnya.

Kepala Kejari Halut, Agus Wirawan ketika dikonfirmasi mengatakan, saat ini kasus tersebut masih dipelajari olehnya. Sebab ia sendiri baru menjabat sebagai Kajari dan perlu kehati-hatian menangani kasus korupsi, baik dari penyelidikan, penyidikan hingga penetapan tersangka.

“Kami masih melakukan pendalaman pemeriksaan saksi setelah penetapan tersangka dan penghitungan kerugian negara dari BPK,” tuturnya.

Terkait penahanan terduga pelaku, ia bilang bakal dilaksanakan tahun ini juga.

“Insha Allah tahun ini,” tandasnya.

Sekadar diketahui, tersangka yang ditetapkan Kejari adalah mantan Ketua Panwaslu Halut berinisial MB alias Ocen, mantan Sekretaris Panwaslu SH alias Fano, dan mantan Bendahara Panwaslu DM alias Gus.

Sebelumnya, dalam kasus tersebut ditemukan kejanggalan penggunaan anggaran sebesar Rp 3,080 miliar dari total anggaran 4,8 miliar.

Setelah diverifikasi pihak Inspektorat Halut, tersisa Rp 96 juta saja yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Namun Kejari terus menelusuri berapa jumlah kerugian riil dengan berkoordinasi dengan BPK pusat hingga ditemukan jumlah kerugian berkisar lebih dari Rp 1 miliar.