Tandaseru — Barisan Pemuda Nusantara (Bapera) Maluku Utara angkat bicara soal rencana pembuangan tailing ke dasar laut oleh perusahaan tambang di Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan.
Ketua Bapera Malut Surahman Hadar dalam siaran persnya menyatakan, rencana perusahaan tambang melakukan deep sea tailing placement (DSTP) yang didukung dengan Surat Keputusan Gubernur Nomor 502/01/DPMTSP/VII/2019 tertanggal 2 Juli 2019 perlu ditelaah lebih mendalam. Pasalnya, kelestarian lingkungan laut Malut menjadi taruhan dalam aktivitas tersebut.
“Informasi yang beredar bahwa rencana pembuangan tailing ini ke laut dengan volumenya kurang lebih 6 juta ton per tahun. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 2018 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pembuangan (Dumping) Limbah ke Laut menyebutkan, lokasi tempat dilakukan dumping limbah B3 harus memenuhi persyaratan yang meliputi di dasar laut pada laut yang memiliki lapisan termoklin permanen, dan tidak berada di lokasi tertentu atau daerah sensitif berdasarkan peraturan perundang-undangan,” paparnya, Senin (25/1).
Surahman mempertanyakan jaminan di lokasi pembuangan limbah ke laut tersebut tidak terdapat fenomena upwelling. Sebab jika air laut yang bermassa jenis lebih besar naik ke permukaan maka limbah bisa saja ikut terbawa.
“Demikian halnya dalam dokumen Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Maluku Utara Tahun 2018 tidak termaktub di dalamnya kawasan-kawasan pertambangan di Maluku utara dalam dokumen tersebut,” ujar Direktur Politeknik Halmahera Selatan ini.
Ia juga menyarankan pemerintah menelaah kembali RZWP3K tersebut. Hal ini sebagai bentuk ikhtiar persoalan lingkungan pesisir yang tidak menutup kemungkinan bukan hanya di kawasan tambang Halmahera Selatan tetapi akan berimbas ke kawasan tambang lainnya di Maluku Utara.
“Regulasi atau peraturan berjenjang dari Kementerian Lingkungan Hidup dapat dijadikan pedoman. Selain kajian ilmiah serta penerapan teknologi yang ramah lingkungan yang tidak menimbulkan pencemaran yang dampaknya tidak sekadar pada ekologis namun pada mata pencaharian nelayan,” tandas Sekretaris Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Malut ini.
Tinggalkan Balasan