Tandaseru — Internal DPRD Provinsi Maluku Utara berbeda pandangan soal penyesuaian tarif angkutan penyeberangan laut yang dilakukan Pemerintah Provinsi Malut. Ini setelah Komisi III DPRD menyatakan dukungannya terhadap rencana kenaikan tarif yang digodok Dinas Perhubungan.
Sikap Komisi III ini berbeda dengan pandangan Ketua DPRD Malut Kuntu Daud yang sebelumnya tegas menyatakan penolakan.
Ketua Komisi III Zulkifli Hi Umar saat dikonfirmasi tandaseru.com menyatakan, alasan kenaikan tarif terbilang masuk akal, dimana sudah 5 tahun belakangan tarif di Malut belum pernah disesuaikan. Selain itu, angka kenaikan juga tidak besar, yakni hanya 18 persen.
“Tarif angkutan penyeberangan di Malut ini termasuk paling murah dibandingkan daerah-daerah lain di Indonesia. Saya kira masyarakat dengan kondisi yang ada masih mampu untuk bisa menjangkau,” ungkapnya, Selasa (12/1).
“Kebutuhan terhadap jasa (penyeberangan) feri cukup besar. Kalau satu saja ngadat, jumlah antreannya cukup banyak dan tentu mempengaruhi ekonomi masyarakat. Jadi bagi saya, sepanjang itu masuk akal dan di momentum yang tepat maka bisa lah dipertimbangkan (kenaikannya),” sambungnya.
Zulkifli bilang, dalam pembahasan penyesuaian tarif ada banyak hal yang dipertimbangkan. Termasuk juga membuka opsi subsidi dari pemerintah untuk operator penyeberangan atau penumpang.
“Itu dipertimbangkan juga oleh DPRD, dengan mempertimbangkan keuangan daerah,” tuturnya.
Saat hearing antara DPRD, Dishub dan operator feri beberapa waktu lalu, sambung Zulkifli, kondisi para operator terbilang menyedihkan dalam menghadapi masa sulit pandemi Covid-19 ini. Besaran tarif yang didapat tergolong minim untuk menutupi besarnya biaya operasional, terutama bagi perusahaan swasta.
Alhasil, ini juga berdampak terhadap pelayanan feri.
“Ini juga bisa jadi alasan mereka (operator, red) untuk keluar dari Maluku Utara. Pemerintah Daerah tentu tidak menginginkan itu, sehingga Pemda tetap akan mendukung upaya-upaya yang tidak merugikan masyarakat, juga tidak merugikan perusahaan penyedia jasa penyeberangan,” imbuhnya.
“Saya lihat komitmen operator feri pelayanannya akan lebih baik ketika harga (tiket) naik. Baik dari sisi kapal maupun fasilitasnya,” cetus politikus Partai Keadilan Sejahtera itu.
Zulkifli menambahkan, yang paling merasakan dampak dalam penyesuaian tarif ini adalah penyeberangan kendaraan. Sementara untuk penyeberangan manusia tidak begitu besar kenaikannya.
“Kalau kendaraan yang biasanya Rp 300 ribuan, naiknya jadi Rp 500 ribuan, kalau tidak salah. Kalau orang yang bepergian frekuensinya tinggi, maka akan terasa. Tapi kalau bepergiannya hanya sekali-kali, tidak terlalu berasa. Namun feri ini kan selain mengangkut kendaraan pribadi, dia lebih banyak mengangkut bahan-bahan konstruksi dan makanan yang nilainya juga cukup tinggi,” tandasnya.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 66 Tahun 2019 tentang Mekanisme Penetapan dan Formulasi Perhitungan Tarif Angkutan Penyeberangan, kenaikan tarif mencapai 35 persen. Namun Dishub Malut berhasil menekannya hingga naik 18 persen saja.
Tinggalkan Balasan