“Persentase yang sama juga terjadi pada etnis Sula, Ternate dan etnis lainnya yaitu hanya 99,9% akumulasi respondennya. Sementara pada etnis Buton, Butung dan Butong akumulasinya melebihi yakni 100,1%,” katanya menambahkan.

Aktivis muda asal Tahane ini memaparkan, dari sisi sosiodemografi Indikator Indonesia kelihatan berbohong.

“Yang benar saja Indikator. BaseĀ etnis Makeang, etnis Tidore, dan Sula sengaja diperkecil. Setelah itu mereka juga membuat kelompok etnis baru yaitu etnis Halmahera, Butung dan Butong. Ini etnis dari mana ke mana? Nama etnis ini belum pernah kami dengar di Maluku Utara sini. Kalaupun maksudnya adalah etnis Bitung masih bisa dimaklumi mungkin salah ketik tapi etnis Halmahera dan Butong ini etnis yang mana? Karena dalam uraian etnis sudah ada etnis Buton dan etnis lainnya. Ini artinya Indikator terkesan asal-asalan saja mencaplok nama etnis yang bahkan kami orang Maluku Utara pun tidak pernah dengar,” beber Igrissa.

“Kemudian anehnya persentase pada etnis Togale Sherly disebut lebih unggul dari Muhammad Kasuba yakni di Galela 37% dan di Tobelo 74%. Padahal secara representatif MK lebih dikenal oleh suku Togale karena MK adalah satu-satunya putra asli Togale yang mengikuti kontestasi pilgub, sementara Sherly secara etnis tidak memiliki hubungan apapun dengan etnis Togale. Ini kan aneh,” imbuhnya.

Igrissa juga menyoal tentang citra personal yang dibuat bukan Sherly Tjoanda tapi Sherly Laos. Alumni STHI Jentera Jakarta ini mempertanyakan, apakah perubahan nama belakang Sherly itu sudah sesuai ketentuan yang harusnya disahkan oleh negara melalui penetapan pengadilan atau belum?

“Secara administratif ini bisa dilihat dari seluruh berkasnya yg masuk di KPU: apakah officially sudah ada perubahan nama? Kalau belum, maka kuasa hukum paslon lain bisa mempersoalkan ini dari sisi hukum,” tukas Igrissa.

“Dari semua paslon yang terdaftar tidak ada namanya Sherly Laos tetapi Sherly Tjoanda. Hanya saja tergantung kuasa hukumnya apakah punya sensibility melihat ini? Begitu pun terhadap lembaga survei yang melakukan pembohongan publik harus dibawa ke ranah hukum. Bukan cuman excess of sum tetapi juga nama Sherly Laos yang terdapat dalam survei Indikator apakah sesuai dengan nama dalam pemberkasan di KPU atau tidak? Ini juga penting untuk dipersoalkan,” pungkasnya.