Tandaseru — Hasil survei Pilkada Maluku Utara yang dirilis lembaga survei Indikator Politik Indonesia menimbulkan keraguan publik lantaran total suara mencapai 100,1 persen. Tak hanya itu, lembaga ini juga memunculkan sejumlah suku atau etnis baru yang aneh dan asing bagi warga Maluku Utara.

Menyikapi dugaan rekayasa hasil survei tersebut, Direktur Indonesia Anti Corruption Network (IACN) Igrissa Majid mengatakan, dirinya sangat meragukan kevalidan hasil survei pimpinan Burhanuddin Muhtadi yang menyebutkan paslon Sherly Tjoanda dan Sarbin Sehe mengungguli tiga paslon lainnya.

Menurut aktivis anti korupsi asal Malut itu, keraguan terhadap hasil survei Indikator Politik Indonesia muncul disebabkan terdapat ketidaksesuaian antara angka elektabilitas paslon dengan jumlah responden.

“Dalam hasil survei itu, paslon nomor urut 4 Sherly-Sarbin lebih unggul dengan prosentase 40,7%, disusul paslon nomor urut 1 Husain Alting Sjah-Asrul Rasyid Ichsan 20,7%. Kemudian Muhammad Kasuba-Basri Salama (MK Bisa) 15,5%; dan Aliong Mus-Sahril Thahir (AM-SAH) 10,4%. Sedangkan responden yang mengaku tidak tahu/rahasia sebesar 12,8 persen. Jumlah ini jika diakumulasikan maka prosentase responden melebihi 100% yakni 100,1%,” papar Igrissa, Selasa (12/11/2024).

Selain itu, sambungnya, ada juga ditemukan ketidaksesuaian jumlah akumulasi responden berdasarkan demografi etnis. Ada kurang lebih dari tiga etnis yang akumulasi responden hanya 99,9% dan ada juga akumulasi etnis yang melebihi 100,1%.

“Misalnya akumulasi yang terdapat pada etnis Galela untuk Husain-Asrul 14,2%, lalu Aliong-Syahril 10,1%, kemudian MK-BISA 28,0% dan Sherly-Sarbin 37,9%, sedangkan responden yang tidak tahu atau yang belum menentukan pilihan sebanyak 9,7%. Jumlah ini jika diakumulasikan maka total responden kurang dari 100% yakni hanya 99,9%,” papar Igrissa.