Kemudian Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-Undang.
Ketua Peradin Maluku Utara itu juga menjelaskan, bahwa langkah KPU Maluku Utara yang dinilai memuluskan jalan Sherly Tjoanda sebagai calon gubernur pengganti, bertentangan dengan/melanggar Pasal 7 huruf (f) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-Undang sebagaimana telah diubah beberapa kali.
Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Momor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-Undang.
Hal ini, sambung dia, lantaran Sherly diketahui dalam kondisi yang masih sakit baik secara fisik dan atau mental, dan masih membutuhkan proses pemulihan yang belum tahu kapan sembuhnya. Sehingga menurut dia, KPU Maluku Utara seharusnya tidak menerima atau membatalkan atau mendiskualifikasi calon pengganti Gubernur Maluku Utara atas nama yang bersangkutan.
“Dengan diterimanya/ditetapkannya bakal calon pengganti calon Gubernur Maluku Utara atas nama Sherly Tjoanda dalam Pemeriksaan kesehatan dan menjadi calon gubernur pengganti oleh termohon tersebut, sangat bertolak belakang dengan fakta yang ada, dikarenakan Sherly Tjoanda yang dimaksud tersebut masih dalam kondisi sakit dan dalam proses pengobatan atau pemulihan,” jelas dia.
Tinggalkan Balasan