Menurut Basri, program pendidikan gratis difokuskan untuk SMA sederajat, negeri maupun swasta yang secara aturan menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi. Sedangkan, PAUD, SD, dan SMP menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota.
Pendidikan gratis versi MK-BISA, lanjut Basri, yakni untuk anak-anak dari kalangan keluarga kurang mampu di Maluku Utara. Dimulai dari pembebasan uang sarana-prasarana hingga lulus sekolah.
Basri bilang, besarnya uang sarana-prasarana masuk SMA yang selama ini telah menjadi beban berat bagi keluarga kurang mampu. Seperti yang dialami para nelayan kecil, petani, tukang ojek, buruh, pedagang kecil, dan para pekerja lainnya yang diupah kecil.
“Jadi bagaimana kalau torang bikin dia tidak boleh lagi berfikir uang sarana-prasarana, dia tidak boleh lagi berfikir tentang bayar itu,” cetus Basri yang kemudian mendapat tepuk tangan meriah dari warga Kulaba.
Masalah pendidikan di Maluku Utara yang menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi sebenarnya bisa terjawab. Sebab, jumlah SMA tidak lebih dari 300 sekolah, dan jumlah keluarga kurang mampu di Maluku Utara pun tidak lebih dari 100 ribu.
“Kenapa torang harus bikin begitu (pendidikan gratis)? Karena torang punya tujuan bernegara ini untuk mencerdaskan torang punya rakyat,” tegasnya.
Tidak hanya untuk SMA, pendidikan gratis MK-BISA lanjut dia, sampai ke jenjang studi perguruan tinggi bagi lulusan berprestasi maupun dari keluarga kurang mampu.
Sementara itu, untuk program kesehatan gratis memang negara telah membuat kartu BPJS kesehatan. Tetapi untuk program yang dibuat MK-BISA yakni bantuan meringankan beban biaya bagi pasien dari keluarga kurang mampu yang mengalami sakit, dan harus dirujuk ke rumah sakit di luar wilayah Maluku Utara.
“Kalau dokter bilang itu rujuk ke Manado, rujuk ke Makassar, rujuk ke Jakarta, lapor segera di lurah, lurah laporkan ke kepala dinas di provinsi, semua data diambil dan kita biayai mulai dari keluarga pasien satu, perawat satu, sama pasien satu,” jelasnya.
Tinggalkan Balasan