Pilkada dan Persoalan Lingkungan
Oleh: Herman Oesman
Dosen Sosiologi FISIP dan Pascasarjana UMMU
_______
"Pilkada 2024 menjadi taruhan aktor politik lokal.
Berani hadapi oligarki dan kaum oligark ataukah jadi bebek pecundang?"
PEMILIHAN kepala daerah 2024 yang bakal dihelat serentak di seluruh wilayah Indonesia mulai ramai. Momen penting ini akan kembali menyita perhatian sekaligus energi masyarakat Indonesia. Tak terkecuali di Maluku Utara, pun akan mulai bersiaga menyambut pesta demokrasi. Sebuah keletihan rutinitas yang akan memompa habis seluruh emosi dan energi. Tak hanya bagi elit yang akan berkompetisi, tetapi warga masyarakat juga ikut turut serta menjadi "supporter" di dalamnya.
Keletihan rutinitas di maksud, karena bangsa ini baru saja melaksanakan pemilihan umum serentak beberapa waktu lalu, meliputi pemilihan anggota DPR/DPRD dan DPD, serta Pemilihan Presiden yang menyita energi, biaya, bahkan nyawa. Betapa kuatnya daya tahan bangsa ini untuk kembali berlaga dalam kontestasi Pemilihan Kepala Daerah. Tak ada waktu jeda untuk mengistrahatkan pikiran dan tenaga. Urusan perebutan kuasa selalu mengundang daya tarik yang memesona.
Hampir pasti, narasi-narasi yang mengharukan, menyakitkan, dan membingungkan selama proses politik lalu akan segera ditanggalkan dan dilupakan. Elite dan aktor politik ini akan mulai memintal dan menganyam narasi-narasi baru pada masing-masing basis wilayah untuk menguatkan cara, dan strategi memenangkan juga meraih ambisi berkuasa.
Tradisi kita, cepat melupakan hal-hal strategis-fungsional, tapi sangat mengeras dan berkeringat pada persoalan teknis-instrumentatif. Dan, Pilkada 2024 akan memantik euforia itu. Warga masyarakat pada daerah-daerah yang akan melaksanakan hajat politik itu, bersiap-siap menyaksikan hadirnya elit dan aktor lokal (lama maupun baru) dengan janji politiknya, menampilkan segala pola simulakrum yang akan menghipnotis pemilihnya.
Aroma Pemilihan kepala daerah 2024 bakal menguar dan akan menghadirkan kontestasi yang kian mengeras. Penghadapan antara yang mempertahankan kuasa dan yang merebut kuasa akan saling memasang kuda-kuda dan strategi. Dan kandidasi mulai terasa memanas.
Tak hanya itu, Pilkada juga akan menjadi ajang "jual beli" suara dari elite ke masyarakat, sebagaimana disinggung Aspinall dan Ward (2019) yang menegaskan, betapa jual beli suara jelang setiap pemilihan, demikian kental dalam alam demokrasi Indonesia. Tentunya, termasuk di kabupaten/kota Maluku Utara.
Komentar