Sejak Imran Jakub diberhentikan karena menjalani proses pidana, jabatan kepala Dinas Pendidikan telah diisi oleh pejabat lain dengan mekanisme job fit dan hingga putusan pidana Imaran Jakub berkekuatan hukum tetap jabatan tersebut tetap diisi oleh pejabat yang diangkat itu sampai lowong akibat karena pejabatnya meninggal dunia.

Oleh karena itu andai argumentasi kepala BKD itu benar maka Imran mesti dikembalikan pada jabatannya sejak putusan MA berkekuatan hukum tetap. Bukan seperti saat ini, terlebih yang bersangkutan telah meminta pindah sebagai pegawai daerah di Kabupaten Halmehera Selatan dan disetujui oleh Gubernur sebagaimana surat di atas. Dengan demikian maka Imran hanya dapat menduduki jabatan tinggi pratama di lingkungan pemerintah provinsi dengan mekanisme open bidding bukan dengan cara-cara liar sebagaimana saat ini.

Dalam hal pengangkatan jabatan tinggi pratama, hak istimewa yang melekat pada jabatan gubernur (prerogatif) tidak bersifat mutlak. Penggunaan hak itu selalu bersyarat sebagaimana ditentukan dalam peraturan Menteri Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi secara Terbuka dan Kompetitif di Lingkungan Pemerintah. Tanpa melewati syarat yang ditetapkan dalam peraturan tersebut, semua tindakan yang terkait dengan itu dapat dikualifikasikan sebagai tindakan sewenang-wenang dan berakibat tidak sah. Dan dalam soal Imran Jakub, Gubernur bersama sekda dan kepala BKD dengan sengaja bersama-sama melompati mekanisme yang ditetapkan sekaligus menerabas kewajiban mereka sebagai aparatur sipil negara sebagaimana diatur dalam Pasal 3 peraturan tersebut.

Atas dasar keadaan di atas, aparat pengawas internal pemerintah dan DPRD segera melakukan evaluasi mendalam atas tindakan Gubernur Maluku Utara dalam hal pengangkatan Imran Jakub sebagai Kepala Dinas Pendidikan dan mendesak Gubernur agar segera melakukan pembatalan pelantikan Imran Jakub karena tidak berdasar dan langgar peraturan yang berlaku. (*)