Proses pengelolaan lumpur sedimen dilakukan dengan beberapa tahap pengolahan pada kolam-kolam pengendapan (sediment pond), mulai dari tahap awal penyaringan hingga masuk pada kolam akhir, dan dialirkan melalui outlet sediment pond ke creek sungai.

“Kenapa harus ada 17 kolam pengendapan lumpur? Ya, karena proses penyaringan/pengelolaan itu harus dipastikan benar-benar tidak melampaui Nilai Ambang Batas (NAB) lingkungan yang dipersyaratkan, sebelum dialirkan ke creek sungai atau badan air sungai,” ungkapnya.

Di setiap kolam (Spillway), kata dia, juga dipasangkan bronjong yang berisi batuan kerikil sebagai penyaring awal agar sedimen bisa menempel pada bebatuan dan terkelola dengan baik.

“Setelah lumpur itu terpisah dengan air dan dipastikan benar-benar tidak melebihi (NAB), barulah dialirkan ke creek sungai melalui outlet kolam pengendapan. Kita biasanya mengalirkan hasil penyaringan pada kolam pengendapan lumpur ke creek sungai terlebih dahulu sebelum mengalir secara alami dan masuk ke badan air sungai baik sungai sakeulen maupun sungai ake main,” katanya.

Selain pengelolaan lumpur yang diklaim efektif, PT HSM juga membangun drainase disepanjang jalan produksi.

“Jadi drainase ini dibangun dengan tujuan agar mengurangi dampak kerusakan pada lingkungan, contohnya di kilometer 11 ini,” tandasnya.