Sebelumnya, Kepala Kantor Bahasa Provinsi Maluku Utara Arie Andrasyah Isa dalam sambutannya menuturkan, Rakor Revitalisasi Bahasa Daerah ini menjadi penting sebagai langkah awal menjalin komunikasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, para akademisi, para budayawan, dan pelaku, serta pengembang bahasa daerah di Maluku Utara.

Selain itu, tahapan ini menjadi wadah memberikan komitmen bersama dalam mendukung ikhtiar pelestarian bahasa daerah di Maluku Utara.

Ia menjelaskan, berdasarkan pengamatan Tim Pengambilan Kosakata Kantor Bahasa Provinsi Maluku Utara Tahun 2021, dari 19 bahasa daerah, bahasa Ibo di Halmahera Barat sudah punah dengan jumlah penutur sebanyak 3 orang yang berusia 70 tahun.

Di samping bahasa Ibo, berdasarkan data dari Laboratorium Kebinekaan Bahasa dan Sastra Tahun 2020, kondisi bahasa yang terancam punah adalah bahasa Makian Timur, bahasa Bacan, bahasa Kadai, bahasa Sawai, dan bahasa Ternate. Sedangkan kondisi bahasa yang mengalami kemunduran adalah bahasa Buli, bahasa Galela, bahasa Gane, bahasa Modole, bahasa Gane, bahasa Patani, bahasa Sula, bahasa Sahu, bahasa Taliabu, dan bahasa Tobelo, serta bahasa Bajo.

“Lima bahasa daerah yang menjadi objek revitalisasi tahun 2023 seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya dipilih karena pertimbangan linguistis, akademis, diplomatis, sosiologis, geografis, dialektis, historis, dan lain-lain, tetapi tidak dengan pertimbangan politis,” ungkap Arie.

Ia menambahkan, Rakor Revitalisasi Bahasa Daerah di Maluku Utara ini bertujuan menyelaraskan program pelindungan, pemeliharaan, dan pelestarian bahasa daerah Maluku Utara di setiap sektor pemerintahan dan melaksanakan Penguatan Implementasi Revitalisasi Bahasa Daerah Tahun 2022 serta mengukuhkan Kesepakatan Revitalisasi Bahasa Daerah di Maluku Utara.