Oleh: Abd Wahab A Rahim
Alumni IAIN Ternate
_______
SAYA ingin memulai tulisan ini dengan satu argumen sederhana bahwa Maluku Utara harusnya memiliki sebuah monumen. Secara spesifik monumen yang saya maksud adalah patung Ir. Soekarno yang bersebelahan dengan patung Sultan Zainal Abidin Syah, lokasi pembangunan di Tidore.
Ada dua alasan kenapa gagasan tentang pembangunan monumen tersebut terlintas di pikiran saya. Pertama, ada seorang kawan yang mengajak saya berdiskusi setelah beliau membaca opini saya yang dimuat di salah media online yang berjudul “dan bahkan Google tidak tahu tidore itu di mana”.
Kedua, saya diajak berbagi cerita bersama kawan-kawan, tentang video saya yang mengatakan jangan ragukan cinta saya (orang Tidore pada khusunya dan Maluku Utara pada umumnya) terhadap Indonesia, jika dilihat dari perjuangan para leluhur “kita” untuk negara yang kita cintai ini. Dari kedua kasus di atas lah, tiba-tiba terbersit di pikiran saya terkait pembangunan monumen tersebut.
Toto Sugiarto Arifin dalam artikelnya yang dimuat di Jurnal Panggung Vol. 24 No. 2, Juni 2014 berjudul Monumen Masa Pemerintahan Orde Lama di Jakarta: Representasi Visual Nasionalisme Soekarno, menuliskan “…Monumen seringkali divisualisasikan melalui bangunan monumental, candi, tugu, patung atau prasasti dan peninggalan sejarah lainnya yang tergologn dalam kategori monumental, dengan demikian monumen merupakan produk budaya yang memiliki nilai sejarah sebagai tanda peringatan terhadap suatu peristiwa atau tokoh penting…”
Monumen adalah penghubung antara masa lalu dan masa kini juga masa depan. Terlepas dari nilai sejarah yang begitu kuat melekat, monumen bisa dijadikan sebagai sumber belajar, bisa juga dijadikan sebagai ikon untuk mempromosikan daerah. Misalnya, sadar atau tidak sadar, ketika Disarpus (Dinas Kearsipan dan Perpustakaan) Provinsi Maluku Utara mengiklankan kegiatan yang akan dilakukan yaitu lomba menulis esai dan opini melalui media online (tandaseru.com), foto yang digunakan oleh Kepala Bidang Perpustakaan Diaspur Malut selaku ketua panitia adalah foto di depan patung Soekarno dan Hatta. Ini menunjukkan bahwa patung memiliki daya tarik tertentu karena memiliki makna.
Tinggalkan Balasan