Pada situasi yang terasa keren itulah, saya mengeluarkan telepon seluler dan mengaktifkan kamera untuk mendokumentasikan (video). Awalnya memang tidak ada sama sekali rasa curiga, namun belum juga sampai semenit merekam, seorang penari perempuan mendekat sambil nunjuk-nujuk dan mencaci ke arah saya. Sempurna, rona wajah memerah dan ekspresinya menunjukkan sesuatu sedang tidak baik-baik saja.

Saya yang belum paham banyak tentang bahasa asli Ternate sangat kebingungan. Dalam hati sebenarnya sudah mencoba menerka-nerka beberapa kemugkinan maksud dari perempuan tersebut. Pertama, jikalau dia sedang menawarkan agar saya ikut menari, tentu saja isyarat wajah yang marah itu membuat dugaan ini sangat tidak relevan. Kedua, kalau dia mengingatkan agar berhati-hati/mawas ditabrak kendaraan, jalanan pun sudah diblok. Ketiga, nampaknya yang terakhir ini benar, dia sedang marah karena ketika saya merekam dia belum berdandan. Dugaan yang terakhir ini bikin saya senyum-senyum sendiri sebenarnya, agak nyeleneh dan sedikit tidak sopan.

Belum selesai berpikir, seorang lelaki tua tiba-tiba sigap mendatangi saya (belakangan saya dapat info kalau ia adalah Kapita Hiri, salah satu tokoh adat Kesultanan Ternate). Ia meminta seorang lainnya untuk menarik perempuan yang sedang marah tadi dan mengembalikannya ke pusat tarian.

Pak tua itu lalu menyampaikan sesuatu dalam bahasa lokal umum (berbaur dengan bahasa melayu), “ngoni orang mana, ngoni pe asal dari mana?” Maksudnya, kamu berasal dari daerah mana? Saya jawab singkat “berasal dari Sul-Sel, Pak.”

Ia kemudian merangkul saya dan menginformasikan bahwa aktivitas saya tadi telah menarik perhatian para penari yang sedang berada di luar kesadaran (mungkin maksudnya semacam dirasuki unsur astral). Ia melanjutkan dalam bahasa setempat yang dapat saya artikan; “untung saja yang melihat kamu merekam tadi tidak sedang memegang senjata atau benda ritual lainnya, sebab ia bisa saja menikam, membacok, melempar, bahkan menombak kamu jika sedang marah.”

Ia lanjut menjelaskan bahwa saya hanya boleh mendokumentasikannya secara tersembunyi, menghindari agar tidak terlihat oleh para penari. Setelahnya, ia lalu mengingatkan agar hati-hati dalam merekam atau memotret para penari, risiko harus tanggung sendiri katanya. Bagi sang Kapita mungkin itu adalah peringatan, namun bagi saya itu semacam mandat atau SK perizinan untuk melakukan dokumentasi.