Tandaseru — Tindakan pungutan liar (pungli) berkedok penagihan retribusi parkiran rupanya masih langgeng di Kota Ternate, Maluku Utara.

Hal ini diungkapkan Ketua LSM Babari Corruption Watch (BCW), Mahdi Pangadi, dalam siaran persnya ke tandaseru.com, Rabu (13/4).

Mahdi menjelaskan, pungli adalah salah satu tindakan melawan hukum yang diatur dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 junto UU 22/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Pungutan liar termasuk tindakan korupsi dan merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang harus diberantas,” ujarnya.

Upaya pemberantasan korupsi, kata dia, tidak cukup hanya dengan membuat peraturan perundang-undangan saja. Lebih penting adalah membangun mental orang-orang yang dapat memberantas korupsi itu sendiri.

“Tanpa membangun sumber daya manusia yang baik dan berintegritas, mustahil pemberantasan korupsi dapat berjalan dengan maksimal,” tutur Mahdi.

Berdasarkan pantauan LSM BCW, sambungnya, ternyata masih banyak oknum-oknum masyarakat yang melakukan pungutan parkir liar dengan tidak berdasarkan pada aturan. Penagihan ini dikategorikan sebagai tindakan ilegal.

“Lihat dasar hukum dalam Pasal 110 ayat (1) huruf e UU 28/2009 tentang Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum. Penagihan ini meresahkan, karena biaya parkir tanpa karcis merupakan pungutan liar,” tegasnya.

Mahdi menegaskan, yang berhak memungut tarif parkir adalah pemerintah daerah sehingga menjadi pendapatan asli daerah (PAD) di masing-masing pemda.

“Jadi kalau ada parkir tanpa dengan karcis parkir yang dikeluarkan pemda, maka bisa disebut sebagai pungli. Oleh karena itu, pemda harus menertibkan oknum-oknum penagih parkir liar, karena hal tersebut merupakan pungli,” paparnya.

“Kami minta kepada dinas terkait (Dishub) agar segera menertibkan masalah tersebut, sehingga hal-hal semacam ini tidak terulang kembali,” tandas Mahdi.