Tandaseru — Warga Desa Tuada, Kecamatan Jailolo, Halmahera Barat, Maluku Utara, melakukan unjuk rasa di kantor bupati terkait persoalan tapal batas, Rabu (13/4).

Kedatangan warga untuk meminta pemda secepatnya melakukan penyelesaian tapal batas antara Desa Tuada dengan Desa Matui dan Desa Todowongi.

Salah satu orator, Udin Bakar, dalam orasinya menyatakan Tuada semula terbentuk pada 1902 yang membawahi beberapa desa, antara lain Mahimo Bubane Karaja (sekarang Desa Matui), Mahimo Tauro, Tataleka dan Porniti.

Merujuk pada Sensus Penduduk 1980 ditetapkan batas-batas desa, dan Tuada menyiapkan itu tanpa ada sanggahan atau gugatan dari desa tetangga yang berbatas dengan Desa Tuada sebab Tuada merupakan desa induk. Desa-desa tetangga itu adalah Matui, Todowongi, Bukumatiti, Porniti dan Gamlamo.

“Pada tahun 1968, Pemerintah Desa Tuada menghibahkan lahan untuk Desa Bukumatiti dari kampung tua yang berbatasan dengan Matui. Begitu juga dengan Desa Todowongi. Pada mulanya masyarakat Todowongi tersebar di hutan Koma, kemudian Pemerintah Desa Tuada pada tahun 1958 memberikan tanah/lahan sebagai tempat tinggal di desa sekarang ini,” ungkap Udin.

Aksi warga Desa Tuada soal tapal batas. (Tandaseru/Mardi Hamid)

Sementara Koordinator Lapangan Idhar Bakri mengatakan, jauh sebelum itu, pada 1914 orang Tuada menggoreskan tinta sejarah heroik yang tidak akan dilupakan bangsa ini bahkan dunia. Pembebasan rakyat yang dikomandoi Banau dan Po’en dengan pasukannya melawan penjajah Belanda telah menyelamatkan rakyat Halmahera, bahkan bangsa ini.

Tetapi, sambung Idhar, balasan pemerintah daerah terhadap rakyat khususnya masyarakat Desa Tuada lebih ngeri dari perjuangan 1914.

“Hari ini kami dimiskinkan, diintimidasi, bahkan ditindas dengan cara-cara yang sangat halus dan keji oleh pemerintah daerah. Bagian selatan Desa Tuada dicuri oleh Matui, di sebelah utara Desa Tuada dirampas juga oleh Desa Todowongi karena ulah pemerintah daerah yang sengaja menggunakan peta citra untuk menyerobot tanah milik masyarakat Desa Tuada,” bebernya.

Ia menambahkan, pengurusan pengusulan Banau sebagai pahlawan nasional dari bupati sebelumnya ke bupati saat ini sampai hari ini tidak pernah selesai.

Secara keseluruhan, berikut tuntutan warga Tuada:

  1. Batalkan peta citra yang menyeroboti batas Desa Tuada tanpa dasar yang jelas.
  2. Kembalikan hak atas tanah Desa Tuada yang saat ini dibangun PT SAT Indonesia.
  3. Pemda Halbar seriusi pengusulan Banau sebagai pahlawan nasional.

Jika tuntutan itu tidak diakomodir, masyarakat Desa Tuada mengancam akan melakukan pemboikotan akses jalan ke Pelabuhan Kontainer dan nyatakan sikap golput pada Pilkada 2024.