“Waktu yang tersisa kurang dari dua tahun ini juga tidak realistis untuk memindahkan Ibukota Negara. Ingat memindahkan Ibukota bukan hanya membangun gedung dan infrastruktur, tapi juga memindahkan kehidupan manusia dengan segala kebutuhannya di sana: air, listrik, transportasi, lingkungan perumahan, sekolah, pasar dan sebagainya. Belum lagi kita bicara sistem pertahanan Ibukota yang tidak mungkin dibangun dalam waktu kurang dari dua tahun, apalagi lokasi Ibukota yang baru ini lebih dekat pada hot spot regional seperti Laut Cina Selatan,” ujar lulusan Sekolah Staf dan Komando di Nanjing, Tiongkok, ini.

Ia menambahkan, para pakar ekonomi dan investasi berani mengatakan dengan sebenarnya, berdasarkan akal sehat dan hati nurani, apakah rencana IKN ini memang layak atau tidak? Jangan mengorbankan Pemilu sebagai hak konstitusi rakyat dengan IKN yang merupakan kehendak pemerintah.

“Demokrat setuju IKN pindah dari Jakarta, tapi Demokrat tidak setuju jika dilakukan saat ini juga, ketika dana yang ada harusnya diprioritaskan untuk pemulihan ekonomi dan penanganan Covid-19. Jangan kehendak rakyat untuk melaksanakan pergantian kekuasaan secara konstitusional melalui Pemilu diutak-atik hanya karena elit kekuasaan gagal mengatasi post power syndrome atau untuk menyelamatkan proyek mercusuar yang merupakan kepentingan elit. Rakyatlah pemegang kedaulatan di negeri ini. Pemerintah melayani rakyat. Bukan sebaliknya,” tandas Jovan.