Mey diserang dengan depresi yang luar biasa. Ia tak lagi fokus dan mendapat tekanan batin sangat kuat. Tetapi ia terus belajar memperbaiki pikiran dari hari ke hari untuk menghindar dari tindakan sesaat.
Ingatan itu terus hadir, dan dibenturkan dengan jejak kelam percintaan. Ia terus menjalani aktivitas secara biasa, tetapi kekasihnya menginginkan harapan untuk segara menjadi sakinnah mawaddah warahmah. Semuanya hanya ilusinasi. Tapi dengan sikap kritisnya, Mey memilih belajar hidup sederhana dalam mencapai keinginannya.
“Saya tak perlu melanjutkan hitam putih kisah itu,” pungkasnya.
Depresi terus menyerang otak. Ini dikarenakan bertahun-tahun Mey hanya duduk dan tidak pernah menemukan sahabat yang dipercaya agar memberi jalan keluarnya. Selain itu, ditambah riwayat sakit mag yang berdampak pada fisik hingga terbawa pikiran.
“Pikiran terlanjur drop, maka fisiknya dan mental juga terkenal. Depresi ini, bagi saya sangat sulit menemukan solusi. Bahkan bingung. Tak bisa berbuat apa-apa. Bahwa keinginan selalu ditentang sama orang tua. Lagi-lagi ini permasalahan berawal dari internal keluarga. Di benak saya, keluarga pun tidak lagi percaya, apalagi orang lain,” ucap Mey dengan nada sedih.
Hari-hari telah dilewati. Depresi tak mampu dibendung. Semua dilewati penuh histeris. Dalam kondisi tak terpulihkan, Mey tetap sabar menjalankannya. Berpetualangan mencari titik terang tentang trauma semenjak kecil.
Gangguan itu terus muncul dan mengkhawatirkan, sehingga Mey berdamai dengan menyalahkan diri sendiri. Mengikuti hati yang menyebarkan bisikan untuk mengakhiri hidupnya dengan cara ketidakmanusiaan adalah jalan terbaik.
Di dalam kondisi itu, rasanya jantung tak berhenti berdebar. Terus berdebar. Hingga tak bisa melakukan aktivitas sehingga berkonsultasi dengan dokter.
“Mey dikira sakit mag biasa. Mulailah mengirim hasil rontgen, rekaman jantung di Rumah Sakit Tidore kepada dokter. Pesan tersebut belum dipahami dari dokter tentang apa yang dimaksud,” terangnya.
Balasan singkat dari WA dokter, di dalamnya tertulis selalu istigfar sebanyak-banyaknya, karena terbawa dengan ilusinasi yang berkepanjangan.
Almanak sudah terus berganti dan tibalah tanggal yang tepat untuk menjadi seorang perawat. Akhirnya datang hari bahagia usai lulus dari Universitas Muhammadiyah Malang. Ia pun melamar kerja di Fakultas Kedokteran Universitas Khairun dan seleksinya lolos.
Berjalannya waktu, depresi tetap timbul. Bertepatan dengan maraknya wabah Covid-19 yang melanda Maluku Utara saat bekerja di Fakultas Kedoteran. Kepanikan terhadap terpapar Covid-19, akhirnya sakit dan tak sembuh-sembuh. Dari sakit tersebut, ia memutuskan berhenti bekerja di Fakultas Kedokteran dengan alasan sering mengkonsumsi obat penenang depresi sehingga membuat kemampuan berpikir tak lagi normal.
Semasa berada di Malang, Mey sudah merasakan gejala yang mengarah kepada kecemasan dan sakit mental yang berakibat pada kesehatannya yang terganggu. Di situlah gangguan mental yang menyebabkan kerasukan, menangis, serta berteriak di dalam rumah.
Tinggalkan Balasan