“Silakan kita uji bersama. Poin pertama, misalnya, tidak ada undang-undang di negeri ini yang mengatur pemda wajib melaksanakan pengadaan sapi di setiap hari raya Idul Adha. Poin yang kedua, tidak ada perda di Halbar yang mengatur tentang pengadaan sapi sehingga Bupati harus membentuk perbup untuk melaksanakan isi dari perda tersebut. Dan poin yang ketiga adalah pembentukan perbup untuk melaksanakan kewenangan bupati,” jabar Tamin.

Selain itu, sambungnya, dalam pembentukan perbup, pemda harus menelusuri Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang substansinya berhubungan dengan kewenangan bupati. Di mana terdapat lima kewenangan bupati selaku kepala daerah.

“Pertama, mengajukan rancangan perda. Kedua, bersama DPRD menetapkan perda. Ketiga, menetapkan perkada dan keputusan kepala daerah. Keempat, mengambil tindakan tersebut dalam keadaan mendesak untuk daerah dan masyarakatnya. Dan kelima, melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dari lima kewenangan yg dimiliki kepala daerah ini, di poin tiga, empat dan lima itu menjelaskan detail, itu ada ruang untuk bupati membentuk perbup jika ada kondisi mendesak,” katanya.

Kondisi mendesak yang dimaksud dalam kewenangan bupati ini, tegas Tamin, apabila terjadi bencana. Bukan pengadaan sapi kurban.

“Karena dalam ajaran Islam, hewan kurban itu bagi yang mampu. Oleh karena itu menurut saya sebagai Ketua Bapemperda, cerita tentang perbup pengadaan sapi tidak perlu didengungkan lagi karena dari asas pembentukan dan/atau persyaratan pembentukan produk hukum daerah, khususnya perbup, itu sangat bertentangan,” pungkasnya.