“Pendidikan”, “penelitian”, dan “pengabdian” merupakan tiga konsep yang diabstraksi dari dan mengandung elemen-elemen yang menyusun konseptualisasi “pendidikan tinggi” sebagai “suatu kegiatan”. Dengan “Pendidikan”, menghasilkan “manusia terdidik”, memiliki “kemampuan akademik”, “profesional”: dengan “Penelitian”, menghasilkan “pengembangan (ilmu pengetahuan, teknologi dan seni [ipteks])”: dengan “Pengabdian”, menghasilkan efek “penyebarluasan ipteks”, “penerapan ipteks”, “meningkatkan taraf hidup masyarakat“, dan “memperkaya” secara kumulatif “kebudayaan nasional”. Ketiga konsep itu memiliki kaitan signifikan dengan frase “manusia terdidik” dan “berkemampuan akademik”. Lazimnya dalam pendidikan, frase “manusia terdidik” dipahami dalam pengertian ganda: peserta didik dan pendidik. Interaksi keduanya melalui fasilitas sumberdaya, aturan dan instrumen lainnya, menghasilkkan harapan norma tersebut; manusia yang terdidik dan berkemampuan akademik yang professional dan seterusnya. Selanjutnya, konsep-konsep seperti “mengembangkan”, “menerapkan”, “menyebarluaskan”, dan “memperkaya” khasanah ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian dan kebudayaan nasional, menunjuk pada “bagaimana ilmu pengetahuan dikembangkan, diterapkan, disebarluaskan untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan itu sendiri, teknologi, kesenian dan kebudayaan nasional, serta dapat meningkatkan taraf kehidupan masyarakat”?.
Pertanyaan di atas dijawab secara garis besar oleh norma yang dikutipkan, yakni, “kegiatan” (pt) ini (hanya dapat) beroperasi (jika) pimpinan mengupayakan, menjamin dan mengijinkan penggunaan sumberdaya, dan dengan cara itu, kebebasan akademik dipraktikkan sivitas akademika sesuai norma keilmuan. Ini bersifat administratif, manajerial. Sementara terhadap pertanyaan “bagaimana” mengembangkan, menerapkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan (yang diasuh Institut) membutuhkan jawaban pada tingkatan pemikiran konseptual yang visioner, dirancang di dalam rencana strategis, peta jalan dan rencana operasionalisasinya.
Tinggalkan Balasan