Tandaseru — Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Persatuan Mahasiswa Politeknik Halmahera menggelar unjuk rasa di Kantor Bupati Halmahera Selatan, Maluku Utara, Kamis (21/10).

Dalam unjuk rasa tersebut, massa aksi menuntut penegak hukum mengadili Direktur Politeknik Halmahera atas dugaan penggelapan anggaran kampus senilai Rp 694.300.000 sejak September 2020 sampai Juni 2021.

Akibat dugaan penyalahgunaan tersebut, sejumlah dosen dan staf di Kampus Politeknik Halmahera ramai-ramai menandatangani petisi mogok kerja dan mengundurkan diri atau keluar dari kampus.

“Perbuatan Direktur Politeknik Halmahera sangat merugikan masa depan mahasiswa dan kampus. Apalagi gaji dosen selama 9 bulan tidak dibayar sehingga seluruh dosen dan staf kampus Politeknik Halmahera mengeluarkan petisi untuk mogok kerja dan bahkan mengundurkan diri dari pekerjaan mereka. Ini membuat masa depan pendidikan di Halmahera Selatan semakin buruk,” teriak Ketua Himpunan Mahasiswa Teknik Pertambangan (HMTP) Politeknik Halmahera, Julfitrah Tan.

Persoalan korupsi dalam dunia pendidikan, lanjut dia, mencederai asas pendidikan Indonesia. Memelihara korupsi di dunia pendidikan, dapat mengakibatkan buruknya institusi pendidikan tersebut. Apalagi yang terjerat dugaan korupsi saat ini adalah seorang direktur kampus.

Julfitrah menjelaskan, total anggaran Kampus Politeknik Halmahera terhitung sejak tahun 2020 sampai 2021 sebesar Rp 1.052.309.091 yang bersumber dari berbagai pihak. Sedangkan dugaan penyalahgunaan anggaran yang dilakukan sebesar Rp 694.300.000.

“Total penyalahgunaan anggaran sebesar itu jika dilihat dengan kondisi Kampus Politeknik Halmahera yang tiap tahun mengalami kemunduran secara kualitas dan kuantitas merupakan tindakan yang tidak bisa didiamkan dan merupakan satu kejahatan kemanusiaan. Hal ini tentu sangat berdampak buruk pada mahasiswa yang berkuliah di Politeknik Halmahera, dan tidak menutup kemungkinan Kampus Politeknik Halmahera akan dinonaktifkan,” ujarnya.