Sangowo merupakan kampung tetangga. Teman-teman seangkatan Maujud sudah lebih dulu tutup usia saat ini.

Maujud Badada. (Tandaseru/Irjan Rahaguna)

Penderitaan nyata dirasakan Maujud dan warga Morotai lain saat tentara Jepang berkuasa dalam Perang Dunia II (1942-1945).

Pemuda-pemuda seperti Maujud kala itu dijadikan pekerja paksa ketika Sekutu menyerang basis pertahanan Jepang di bibir Pasifik.

“Tentara Jepang perintahkan torang bangun benteng. Jika tidak, torang dipotong dengan pedang samurai,” kenangnya.

Maujud dan rekan-rekannya diperintahkan membangun benteng menggunakan batang pohon kelapa. Warga juga dipaksa menggali sumur untuk pertahanan Jepang.

“Tong (kami, red) antar-antar pohon kelapa itu baku bantu. Kalau tara baku bantu dong (mereka, red) bilang potong atau tembak,” ungkap Maujud.

“Dong juga suruh gali lubang sampai 1 meter lebih. Tentara Jepang memang dong kasar, dan saat itu saya pernah pegang senjata dan bom tangan,” sambungnya.

Sumur-sumur yang digali warga belakangan menyelamatkan nyawa mereka. Saat terjadi baku tembak antara tentara Sekutu dan Jepang, warga, termasuk Maujud, menceburkan diri ke dalam sumur.

Torang batum (menyelam, red) di sumur karena Amerika deng pesawat tembak tentara Jepang deng senjata Hawker (Hurricane). Abis itu baru tentara Amerika kase keluar torang dari sumur. Yang lain sembunyi di kebun-kebun,” terangnya.