“Saat umur 10 tahun, saya jadi tukang sapu di pasar. Digaji dengan sistem satu hari menyapu,” sambung Sidik.

Sepulang sekolah, Sidik dan tiga temannya langsung lari ke pasar meminta peralatan menyapu dari kepala atau mandor pasar.
“Sehari saya bisa dapat Rp 100 dan paling banyak Rp 200 tiap sapu dikasih. Kalau tidak dapat uang kita dikasih roti bunga yang dibuat orang Desa Yayasan,” ucap Sidik yang saat ini berusia 52 tahun.
Bagi Sidik, Pasar Cita punya banyak makna. Pasar itu mempertemukan orang dari berbagai kampung dengan latar belakang agama dan suku berbeda.
Tinggalkan Balasan