Tandaseru — Finalisasi Rancangan Awal RPJMD oleh DPRD Kota Ternate, Maluku Utara, akan memasuki batas waktu 10 hari untuk disampaikan ke Pemerintah Kota Ternate dalam bentuk daftar inventarisasi masalah (DIM).
Wakil Ketua DPRD Heny Sutan Muda menyatakan, DPRD telah menghadirkan tim ahli untuk ikut mengkaji Ranwal tersebut. Diantaranya Dr. Mukhtar Adam, Ali Lating, Dr. Herman Oesman dan Maulana Ibrahim.
Heny bilang, dalam pandangannya Ranwal RPJMD Kota Ternate sebagian besar memuat data-data hoaks. Padahal kebijakan publik merupakan sebuah proses politik dimana pemerintah memutuskan untuk melakukan sesuatu atau tidak sama sekali.
“Dalam proses perumusan kebijakan, legislatif melakukan komunikasi dan negoisasi dalam menentukan sikap kami dalam merespon atau mengantisipasi berbagai permasalahan. Tentu harapan kami dalam kerangka demokrasi, pihak eksekutif para pengambil kebijakan yang telah melalui tahapan mulai dari melibatkan masyarakat baik secara individu maupun kelompok kepentingan dalam proses, implementasi atau evaluasi kebijakan dapat lebih maksimal,” ungkapnya, Rabu (18/8).
Politikus Partai Demokrat ini menegaskan, saat ini ekspektasi masyarakat ke pemerintah semakin tinggi karena semakin kompleksnya persoalan seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
“Jauh panggang dari api. Sejumlah pandangan tim ahli membenarkan bahwa Ranwal RPJMD 5 tahun ke depan terlalu mengawang-awang, padahal kita tinggal di bumi,” ujarnya.
Kebijakan atau program pemerintah, sambung Heny, tidak efektif dalam merespon kompleksitas dinamika persoalan sosial atau bahkan tidak sesuai dengan harapan masyarakat.
“Salah satu faktor utama yang melatarbelakangi kegagalan pemerintah dalam merespon persoalan karena kebijakan yang diambil tidak berdasarkan data kejadian sebenarnya di lapangan. Seringkali kebijakan diambil semata berdasarkan asumsi dangkal, tanpa dukungan bukti atau landasan penelitian yang valid serta metodologi yang sahih,” paparnya.
Menurutnya, manfaat pertama terkait dengan upaya bersama untuk mendorong pemerintah lebih akuntabel dalam mengambil kebijakan. Karena itu, setiap kebijakan yang diambil oleh pemerintah selalu dibarengi dengan dukungan anggaran untuk mendukung proses implementasi, monitor dan evaluasinya.
“DPRD berharap tentu kita tidak menginginkan kebijakan tanpa berbasis data bukti berujung pada penggunaan dana publik yang sia-sia. Untuk itu, senada dengan pandangan ahli, pengambilan kebijakan yang berdasarkan pada data yang reliable tentu menjadi dasar argumen yang kuat dan membuat pemerintah lebih akuntabel,” terangnya.
“Namun ini sudah hal klasik. Sering pengambil kebijakan memiliki pertimbangan politis tertentu yang memposisikan mereka mengabaikan data,” tandas Heny.
Tinggalkan Balasan