“Jadi data ini, 148 orang itu ada ditemukan satu orang mendapatkan bantuan di dua dinas. Contoh, dia profesi sebagai nelayan, sudah mendapatkan bantuan dari Perikanan, dia juga mendapatkan bantuan dari Pertanian. Bahkan ada yang ditemukan mendapatkan bantuan dari tiga dinas, misalkan sudah dapat di Pertanian, dia juga dapat di Perikanan serta Disnakertrans. Jadi kalau 148 orang yang menerima dobel seperti ini, asumsinya ada 148 orang di Tikep yang tidak mendapatkan haknya, padahal Covid-19 ini semua orang terkena dampak,” ungkap Murad.
Ketua Partai Kebangkitan Bangsa Tikep ini memaparkan, dalam SK Wali Kota yang dikeluarkan sebagai petunjuk teknis telah ditegaskan penerima bantuan tidak bisa diberikan dobel. Tetapi fakta di lapangan justru berbanding terbalik, artinya dinas pengelola DID menyalurkan bantuan tanpa mengkroscek secara detail warga yang rencananya disalurkan bantuan melalui DID itu.
Menurutnya, persoalan ini bukan kesalahan warga penerima, namun kelalaian kepala desa, kepala kelurahan, hingga dinas penyalur bantuan yang tidak teliti. Seharusnya, kata Murad, sebelum bantuan disalurkan dinas terkait juga harus melakukan sanding data untuk menghindari dobel penerima.
“Tetapi yang disayangkan lagi dari 148 orang itu, ada juga suami istri yang bahkan juga menerima bantuan dobel, seperti suaminya sudah dapat di dua dinas, istrinya juga dapat di satu dinas. Saya pastikan penerima dobel ini masih terus bertambah, karena verifikasi yang dilakukan belum tuntas,” tegasnya.
Masalah lain yang diidentifikasi Komisi II adalah warga yang tercatat menerima bantuan dobel beberapa di antaranya belum benar-benar menerima bantuan itu alias belum sampai ke tangan penerima yang namanya tercantum di dalam data.
“Ada indikasi seperti itu, yang pasti penerima bantuan yang bersumber dari DID ini belum selesai ditelusuri, artinya kami masih terus menelusuri lebih detail lagi. Persoalan DID ini akan dilakukan investigasi secara mendalam, guna memastikan apakah bantuan ini tepat sasaran atau tidak,” ujar Murad.
Tinggalkan Balasan