Tandaseru — Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Provinsi Maluku Utara mewanti-wanti Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral dan Pemerintah Provinsi Malut dalam pengawasan lingkungan di Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan.
Peringatan Perhapi ini tak lepas dari maraknya pabrik pemurnian milik sejumlah perusahaan yang beroperasi di Obi.
Sekretaris Perhapi Malut Almun Madi dalam siaran persnya mengungkapkan, pemerintah tidak boleh lengah dan harus intensif mengawasi pengendalian lingkungan di kawasan operasi tambang dan pabrik pemurnian smelter milik Harita Group dan Izin Usaha Pertambangan (IUP) lainnya yang beroperasi di Pulau Obi.

“Hal ini perlu disampaikan karena saat ini operasi penambangan dan pabrik pemurnian sedang berlangsung di Obi di bawah kendali Harita,” ungkapnya, Senin (25/1).
Almun bilang, saat ini pabrik pemurnian atau smelter yang sedang beroperasi adalah milik Harita Group yakni PT Megah Surya Pertiwi dan PT Halmahera Persada Lygend.
“Dan menurut informasi akan dibangun pabrik tambahan di tahun ini. Selain Harita, ada pula pabrik pemurnian milik PT Wanatiara Persada. Pabrik pemurnian ini didukung oleh beberapa aktivitas perusahaan penambangan seperti PT Trimega Bangun Persada dan PT Wanatiara yang dipastikan melibas habis nikel dan lingkungannya di Pulau Obi. Dengan demikian, pemerintah wajib berkonsentrasi mengawal Pulau Obi dari ancaman kerusakan lingkungan,” tegasnya.
Ia memaparkan, jika smelter milik PT HPL beroperasi penuh maka yang harus dipertimbangkan secara komprehensif adalah penanganan limbahnya. Sebab pemurnian membutuhkan high pressure acid leach (HPAL) dan fasilitas lainnya yang berpotensi pada ancaman lingkungan, misalnya unit asam sulfat.
“Penanganan limbah slurry HPAL ini yang penting dikaji. Sebab pihak Harita harus berpikir jeli karena mengelola limbah slurry sekitar 66,3 juta ton per tahunnya. Bayangkan saja bagaimana nasib lingkungan kita jika salah penanganan,” paparnya.
Almun menjelaskan, penanganan limbah jenis ini harus melalui kajian yang komprehensif, bukan asal buang. Perhapi sendiri ikut mengawal keputusan perusahaan, apakah limbah tersebut benar-benar dibuang ke laut ataukah nanti ada opsi lain seperti dry stack, backfilling bekas tambang, pembuatan kolam, dan dam limbah.
“Hal ini penting dikawal, sebab kita menginginkan industri pertambangan dan pemurnian kita di Malut wajib mempertimbangkan lingkungan agar kita jauh dari petaka,” tandasnya.
Tinggalkan Balasan