Tandaseru — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru-baru ini memberikan warning kepada Inspektorat Kota Tidore Kepulauan, Maluku Utara.
Warning tersebut dilayangkan KPK terkait perintah peng-input-an Surat Pertanggungjawaban (SPJ) Dana Desa ke dalam Monitoring Control for Prevention (MCP) KPK. Hal ini guna mempermudah lembaga antirasuah itu melakukan monitoring terhadap penggunaan Dana Desa.
“Iya, itu warning KPK kepada kami. KPK meminta Inspektorat wajib lakukan audit SPJ seluruh desa dan kemudian disampaikan melalui MCP KPK di tahun 2021. Ini penting dilakukan, agar KPK langsung me-monitoring penggunaan Dana Desa,” ungkap Kepala Inspektorat Tikep Arif Radjabessy saat dikonfirmasi, Senin (25/1).
Arif bilang, SPJ Dana Desa wajib disampaikan melalui MCP KPK, karena masih ada indikasi besar terkait dengan penyalahgunaan Dana Desa.
“Makanya dengan adanya sistem kontrol KPK ini diharapkan seluruh desa bisa tertib administrasi sekaligus menghindari penyelewenangan Dana Desa,” ungkapnya.
Selain itu, Arif juga membeberkan penyampaian SPJ masih menjadi masalah bagi beberapa desa di Kota Tikep. Bagaimana tidak, Inspektorat mencatat masih ada desa di Kota Tikep yang sampai saat ini belum juga menyetor SPJ ke Inspektorat.
SPJ yang belum disetor itu terhitung tiga tahun terakhir yakni tahun 2017 sampai 2019. Arif menambahkan, sangat kesulitan untuk meminta SPJ desa yang belum dimasukkan tersebut karena salah satu penyebabnya pergantian kepala desa dan perangkat sehingga sulit melacak kepala desa yang menjabat saat itu.
“Sekarang ini kurang lebih tinggal delapan desa saja yang belum masukkan SPJ, yakni SPJ tahun 2019 ke bawah. Permasalahan ini karena terjadi pergantian kepala desa, maka kepala desa yang lama kadangkala tidak lagi ajukan SPJ. Tetapi tetap kami upayakan agar semua bisa terkumpul,” beber Arif.
Menurutnya, hal itu membuat Inspektorat kesulitan melakukan audit lantaran SPJ belum dimasukkan. Arif menjelaskan, memang laporan kegiatan di desa sudah termuat dalam sistem keuangan desa (siskeudes), namun bukan berarti tidak lagi memasukkan SPJ.
“Memang di siskeudes dia terbaca sebagai SPJ, tetapi kami dari Inspektorat punya kewajiban melihat tata laksana di lapangan. Ternyata di desa ini ada efek tidak bagus, pada saat pergantian kepala desa, pada saat kepala desa yang baru menjabat, kepala desa yang lama tidak lagi buat SPJ,” ujarnya.
Arif menegaskan, penting adanya SPJ agar ada keterbukaan soal kegiatan yang sudah dibuat melalui Dana Desa. Sebab ada kasus yang ditemukan Inspektorat saat lakukan audit, ada desa yang memuat seluruh kegiatan yang telah selesai dalam SPJ, tetapi saat audit ditemukan ada kegiatan yag tidak dibuat.
“Ada yang ditemukan seperti itu, jadi SPJ ini penting agar bisa memastikan apakah kegiatan benar-benar dilaksanakan atau tidak,” terangnya.
Arif berharap agar ada kerja sama Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) serta Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD).
“Maksudnya kerja sama ini penting dilakukan, kalau desa yang belum masukkan SPJ perlu ditahan pencairannya,” pungkasnya.
Tinggalkan Balasan