Ia menambahkan, sambil menunggu hasil audit, sebagian pembangunan rumah ibadah baik masjid dan gereja yang disinyalir bermasalah akan dipending. Sementara yang tidak bermasalah tetap dianggarkan.

“Anggarannya variatif, mulai dari Rp 150 juta, Rp 300 juta, tergantung besar kecilnya rumah ibadah. Bahkan ada yang pekerjaannya sebatas renovasi,” tandas Purbaja.

Sebelumnya, Ketua DPRD Malut Kuntu Daud mengungkapkan adanya temuan Pansus soal anggaran pembangunan rumah ibadah yang disinyalir bermasalah. Hanya saja, temuan tersebut tidak ditidaklanjuti Pemerintah Provinsi dengan audit.

Temuan tersebut diantaranya di Kabupaten Halmahera Selatan proyek pembangunan Masjid Al Mubaraq Desa Kukupang, Kasiruta Barat dengan nilai kontrak Rp 409,5 juta. Pembangunan sejak tahun 2019, namun realisasi pekerjaan baru 50 persen.

Lalu pembangunan Masjid Loleo Jaya di Kecamatan Kasiruta Timur, Halsel, dimana nilai kontrak tahap II tahun 2019 Rp 784,2 juta dan tahap I tahun 2018 Rp 804,4 juta. Anggarannya telah dicairkan 72 persen, namun realisasi pekerjaan hanya 35 persen.

Ada pula proyek pembangunan Masjid Desa Marituso, Kecamatan Kasiruta Timur, Halsel dengan nilai kontrak Rp 418,8 juta. Laporan progres keuangannya sudah 100 persen, progres fisik 100 persen, namun fakta di lapangan hanya rangka bangunan yang berdiri.

“Itu artinya dana cair 100 persen tapi pekerjaan hanya sekitar 20 persen. Di tahun 2019, Pansus sudah merekomendasikan Inspektorat untuk melakukan audit investigasi, namun hingga saat ini tidak ada auditnya,” tutur Kuntu.