Sekitar pukul 11:15 WIT, massa aksi melakukan hearing di ruang kerja Asisten I bersama Sekretaris Daerah Pulau Morotai Muhammad Kharie, Asisten I M. Tamrin Fabanyo, Kadis PU Abubakar A. Rajak, Kadishub Ahadad H. Hasan, Kaban Kesbangpol Lauhin Gorahe dan Kasatpol PP Yanto Abdul Gani.

Dalam hearing, Sekda menyatakan pembangunan masjid raya tetap akan diselesaikan.

“Yang di samping (masjid) itu bukan gereja raya tetapi Oikumene. Itu gedung pertemuan yang bisa dipakai oleh saudara-saudara kita Nasrani. Jadi sekali lagi itu maksudnya jangan kita salah memahami,” katanya.

Sementara Kadis PU mengaku kewalahan mengerjakan jalan tani di Morotai. Sebab PU hanya memiliki satu buah ekskavator untuk melakukan pekerjaan.

Hearing Mahasiswa SPR dengan perwakilan Pemda Morotai. (Tandaseru/Irjan Rahaguna)

“Jadi harus pindah ke tempat lain. Misalnya saat ini pekerjaan jalan tani di Morotai Utara, jadi bertahap semua akan selesai. Di Desa Mira dan Rahmat kurang lebih 9,700 meter ada pengusulan 300 meter lagi. Jadi kami kerja juga sesuai cuaca. Apalagi kalau hujan musti tunggu sampai 3 hari baru bisa kerja. Dan saya kewalahan juga karena hanya 1 orang staf di PU yang bisa memahami itu. Sebab jalan tani ini tidak sembarang dikerjakan,” jelasnya.

Soal talud, Abubakar bilang, sementara telah diusulkan ke Pemerintah Pusat kurang lebih 142 meter.

“Semoga diterima dan bisa direalisasikan tahun depan. Jadi kalau paksa sekarang tahun 2020 kami belum bisa bangun, kecuali membuang batu untuk penahan ombak saja saat cuaca laut ekstrem. Apalagi Morotai kita mempunyai kekuatan ombak yang cukup kuat dibandingkan daerah lain di Maluku Utara,” terangnya.

Sementara terkait pembangunan masjid raya, Abubakar bilang semua tergantung anggaran. Masjid raya sendiri merupakan proyek multiyears sehingga akan dikerjakan hingga tahun berikut.

“Kami juga sudah mengusulkan permintaan pekerja 40 orang dari luar yang mempunyai skill dalam pekerjaan ini dan 60 dari lokal jadi total 100 orang pekerja yang dibutuhkan. Untuk kubah masjid sementara dibuat di luar Morotai, dan itu sudah hampir selesai. Kemudian soal Oikumene itu sudah 70 sampai 75 persen, sisa tahap terakhir saja, dan itu semua menggunakan anggaran tahun jamak,” urainya.

Kadishub Ahadad H. Hasan yang diberi kesempatan menjelaskan soal penamaan pelabuhan mengaku nama Pelabuhan Imam Lastory tak diganti. Nama Pelabuhan Daruba, kata dia, hanya dipakai untuk proyek pembangunan pelabuhan saja.

“Dan saat ini semua tahapan permintaan proses fisik untuk pembangunan pelabuhan itu menggunakan nama Pelabuhan Daruba. Kalau diganti akan berpengaruh pada proyek-proyek pengembangan pelabuhan saat ini. Jadi nanti ke depan kalau pengusulan baru ke pusat, baru insya Allah saya berkoordinasi dengan pimpinan,” tandasnya.