Tandaseru — Pengurus Koordinator Cabang Korps Pergerakan Putri (Kopri) PMII Maluku Utara mengecam tindakan salah satu oknum polisi berinisial JM yang diduga telah menghamili seorang bidan dan enggan bertanggungjawab. Bahkan korban sempat diminta menggugurkan kandungannya saat usia kandungan sudah memasuki 7 bulan. Saat ini, oknum polisi di Polres Pulau Morotai itu sudah diadukan ke penegak hukum.

“Kasus pelecahan seksual di Maluku Utara sudah banyak memakan korban dan ini menjadi catatan buruk, apalagi yang melakukan itu oknum kepolisian dan itu telah melanggar etika kepolisian,” ucap Ketua Kopri PMII Malut Wahida A. Abd Rahim dalam siaran pers yang diterima tandaseru.com, Selasa (29/9).

“Pada 2019 lalu sekitar 21 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak yang terlapor dan ditangani P2TP2A Maluku Utara. Hingga disebut Maluku Utara darurat kekerasan seksual sungguh ini adalah kebiadaban yang tidak boleh dibiarkan negara,” tegas Wahida.

Wahida memaparkan, dari hasil cerita dengan korban, JM berjanji untuk menikahinya namun janji itu tak kunjung menuai hasil. Bahkan setelah diketahui keluarga korban, keluarga korban langsung berusaha bertemu dengan keluarga JM namun lagi-lagi tak ada jawaban pasti.

Hingga akhirnya korban merasa dibohongi dan melaporkan kasus tersebut ke Polres Kabupaten Pulau Morotai dengan Nomor LP/10/VIII/2020/Sipropam pada tanggal 31 Agustus lalu.

“Sungguh ini adalah kebiadaban oknum pelaku yang bahkan tega memaksa korban untuk melakukan aborsi, padahal tindakan itu dapat membuat korban dan bayinya menjadi korban selanjutnya atau meregang nyawa,” ucap Wahida.

“Kami minta pihak kepolisian Morotai agar tegas dan adil dalam masalah ini sebab dari bulan Agustus korban telah melaporkan sampai masuk bulan Oktober tapi sejauh ini tidak ada langkah maju untuk menyelesaikan masalah tersebut. Jika kasus ini tidak segera diselesaikan maka Kopri PMII Maluku Utara meragukan integritas kepolisian di Polres Morotai,” ucap Wahida.

Kopri juga mendesak Polda Maluku Utara agar mengevaluasi Polres Kabupaten Pulau Morotai dan segera menyelesaikan kasus kekerasan seksual serta menghukum oknum pelaku tersebut karena telah mencederai nama baik kepolisian.

“Kami tegaskan agar Polda Maluku Utara evaluasi Polres Morotai dan segera menghukum oknum polisi yang telah mencederai etika kepolisian karena ini menyangkut nilai kemanusiaan,” tandas Wahida.

Sebelumnya, korban kepada tandaseru.com menyatakan ia telah berusaha meminta pertanggungjawaban kekasihnya tersebut namun tak berhasil. Korban pun melaporkan ke Polres Morotai dan memilih melanjutkan proses hukum.