Tandaseru — Ada-ada saja ulah juru kampanye (jurkam) tim pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Kepulauan Sula Fifian Adeningsi Mus-M. Saleh Marasabessy (FAM-SAH) dan paslon Hendrata Thes – Umar Umabaihi (HT-UMAR) saat menggelar kampanye.

Ulah dua jurkam ini bahkan memicu beberapa insiden yang berujung adu mulut hingga saling baku hantam di zona kampanye masing-masing paslon.

Dua insiden ini pertama kali terjadi pada kampanye paslon HT-UMAR di Desa Capalulu, Kecamatan Mangoli Tengah. Di mana Ketua Tim Kampanye HT-UMAR Bustamin Sanaba sempat mengungkapkan kekecewaan tim terhadap proses pengamanan jalannya kampanye.

Kekecewaan Bustamin ini diungkapkan lantaran ada sejumlah warga yang membentangkan spanduk yang dianggap merugikan paslon nomor urut 1, HT-UMAR. “Kenapa tiba-tiba ada muncul begitu (spanduk yang dibentangkan warga)? Kami kecewa. Kami dari tim pasangan calon nomor urut 1 sangat kecewa terhadap proses keamanan yang ada di sini,” ungkapnya dalam video yang tersebar luas di media sosial Facebook dan WhatsApp baru-baru ini.

Personel TNI-Polri di tengah-tengah warga Capalulu. (Istimewa)

Tak hanya pihak keamanan yang disalahkan, anggota Bawaslu yang saat itu melakukan pengawasan juga ikut disalahkan tim paslon HT-UMAR, karena dianggap tidak becus melakukan pengawasan jalannya kampanye.

Ketua Bawaslu Sula Iwan Duwila saat dikonfirmasi menyampaikan, pascainsiden itu terjadi, Bawaslu sudah melakukan penelusuran di lapangan guna mengumpulkan bukti-bukti kuat, agar bisa diungkap siapa-siapa saja yang akan dipanggil untuk dimintai keterangan.

“Bawaslu akan menindak oknum-oknum yang mencoba menghalang-halangi tugas pengawasan yang dilakukan anggota Bawaslu di lapangan,” kata Iwan kepada tandaseru.com saat diwawancarai di ruang kerjanya, Senin (5/10).

Selain itu, Iwan bilang, terkait insiden di Desa Wainib, Kecamatan Sulabesi Selatan, Minggu (4/10) kemarin, hanya sebuah salah paham antara Panwascam Sulabesi Selatan dan jurkam FAM-SAH, Ridwan Soamole saat menyampaikan orasi politiknya.

Pasalnya, jurkam FAM-SAH ini dalam orasi politiknya diduga mengandung isu SARA dan menyerang pribadi calon lain.

“Kalau kasus di Desa Wainib, terjadi ketegangan antara tim paslon FAM-SAH dengan Panwascam Sulabesi Selatan. Itu soal dugaan ada bahasa jurkam yang kemudian dia mengarah ke penyerangan pribadi calon lain. Selain itu juga diduga ada materi yang mengandung isu SARA,” bebernya.

Atas kejadian itulah, Iwan menambahkan, Panwascam kemudian meminta jurkam berhenti orasi dan mengambil mikrofon dari tangan jurkam. Sebab dikhawatirkan jika jurkam melanjutkan orasi politiknya dengan materi yang bermasalah akan menimbulkan masalah baru.

“Kejadian ini kenapa ada ketegasan yang dilakukan, karena ini bukan saja di Wainib, sudah berawal di Desa Sekom. Ketika di Sekom itu, Panwas sudah melakukan pencegahan supaya nanti jangan ulangi lagi ketika masuk di desa yang lain. Tetapi, nyatanya ketika masuk ke Wainib, masih dilakukan hal yang sama dan itu orang yang sama,” terang Iwan.

Terkait materi yang disampaikan jurkam FAM-SAH, Iwan menyebutkan, sesuai penjelasan yang disampaikan Panwascam kepada dirinya, materi kampanye yang dibawakan sudah menyerang pribadi kontestan lain.

“Kalau penjelasan dari Panwas kemarin, itu soal orang meninggal yang kemudian dibawa ke Isda baru suruh kita orang Sula hormat,” sambungnya.

Sementara itu, pihak kepolisian sendiri berharap Bawaslu Kepulauan Sula bisa berkoordinasi agar dapat diberikan perlindungan ketika melakukan pengawasan di lapangan.

“Kalau kejadian kemarin di Wainib itu salah paham antara Panwas dengan jurkam. Itu kalau Panwas koordinasi dengan aparat, tidak akan begitu. Dia langsung rampas mik, tidak koordinasi. Saya sudah tanya yang turun,” tutur Kabag OPS Polres Kepsul AKP Mirsan Yassin saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (5/10).

Sedangkan untuk insiden di Desa Capalulu, kata Mirsan, polisi sudah mengetahui ada massa yang mencoba-coba menghalangi tim HT-UMAR saat berkampanye di sana.

“Polisi sudah tahu ada massa yang coba-coba halangi HT di sana. Makanya kita dorong duluan personel. Jadi itu HT sebelum sampai di sana, personel sudah ada. Bisa rekan-rekan lihat di sana. Personel kita di sana halau, tapi tetap juga disalahkan. Berbuat saja salah, apalagi tidak berbuat. Itulah dilema jadi polisi. Jadi dimana-mana ini polisi pasti disalahkan,” tukasnya.