Tandaseru — Praktisi hukum Maluku Utara Muhammad Konoras meminta Aparat Penegak Hukum (APH) segera melakukan penyelidikan proyek pembangunan gedung RSUD Sofifi yang terancam mangkrak.
Proyek senilai Rp 123 miliar itu awalnya didanai PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI). Belakangan SMI melakukan pemutusan kontrak hingga pekerjaan tak bisa dilanjutkan. Kuat dugaan, progres fisik di lapangan tak sesuai besaran anggaran yang telah cair.
Konoras mengatakan, Pasal 1338 KUHPerdata kaidah hukumnya menjelaskan, perjanjian yang dibuat dengan itikad baik maka berlaku sebagai kesepakatan yang berlaku sebagai undang-undang bagi pihak yang membuatnya.
“Hal ini bermakna bahwa jika salah satu pihak yang mengikatkan diri pada perjanjian tersebut tidak bisa seenaknya membatalkan atau memutuskan secara sepihak kesepakatan tersebut tanpa ada persetujuan dari pihak yang lain,” kata Konoras, Rabu (20/9).
Konoras berujar, pertanyaan yuridisnya adalah bagaimana jika ketentuan tersebut dikaitkan dengan peristiwa hukum atau hubungan hukum dalam kasus riil antara Pemprov Maluku Utara dengan PT SMI soal RSUD Sofifi yang terancam mangkrak karena pihak PT SMI membatalkan perjanjian kerja pemborongan dengan Pemprov Maluku Utara.
“Menurut saya, jika pembatalan pihak PT SMI tersebut tanpa mendapatkan persetujuan dari pihak Pemprov Malut maka pihak PT SMI telah melakukan wanprestasi atau ingkar janji yang oleh Pemprov Malut bisa menggugat melalui Pengadilan Negeri sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1243 BW junto Pasal 1237 dan pasal 1267 BW atau pihak Pemprov Malut bisa memberikan sanksi denda penalti kepada pihak PT SMI,” paparnya.
Tinggalkan Balasan