Tandaseru — Dunia politik Indonesia dihebohkan dengan keputusan bakal calon presiden Anies Rasyid Baswedan (ARB) menggandeng Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar sebagai bakal calon wakil presiden. Padahal, Anies sebelumnya telah meminang Ketua Umum Partai Demokrat Agus Hari Yudhoyono (AHY) sebagai cawapresnya.
Keputusan tersebut dianggap merugikan Partai Demokrat. Pasalnya, Demokrat tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan itu. Padahal, sejak Juni 2023 Demokrat telah bersama ARB dalam Koalisi Perubahan. Alhasil, secara etis Anies dianggap mencederai trust politic dengan Partai Demokrat.
“Bukan maunya Partai Demokrat Mas AHY menjadi cawapresnya ARB, tapi ARB sendiri yang meminta Mas AHY menjadi pendampingnya melalui surat yang ditulis tangan oleh Bapak ARB tanggal 25 Agustus 2023. Selanjutnya tanggal 30 berubah dengan sendirinya tanpa melibatkan PD dan PKS,” ungkap Ketua DPC Partai Demokrat Kota Ternate, Heny Sutan Muda, Sabtu (2/9).
“Memang politik itu dinamis, setiap saat bisa berubah bahkan per detik, tergantung kepentingan. Apakah keputusan Bapak ARB meninggalkan Mas AHY suatu kepentingan, keinginan atau keputusan? Terlepas dari kepentingan, keputusan atau keinginan ini merupakan pengkhianatan politik yang dilakukan oleh Bapak ARB (diusung Partai Nasdem), apalagi dilihat dari kesiapan deklarasi AMIN (Anies Muhaimin) ini sudah sejak lama direncanakan dengan segala persiapan. Padahal di saat itu ARB-AHY adalah ‘calon pengantin’ tapi diam-diam Pak ARB maen mata dengan Cak Imin di belakang Mas AHY,” sambungnya.
Tinggalkan Balasan