Tandaseru — Pemerintah Kota Ternate, Maluku Utara, mendapat sanksi dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi. Sanksi tersebut berupa larangan mengikuti seleksi program sekolah penggerak (PSP) tahun 2023.

Hukuman ini merupakan buntut digantinya dua kepala sekolah SD Penggerak oleh Wali Kota M Tauhid Soleman beberapa waktu lalu. Mutasi ini dinilai melanggar mekanisme pergantian kepsek Sekolah Penggerak.

Sanksi tersebut diketahui lewat Surat Ditjen PAUD, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek Nomor 1962/C/DM.05.03/2022 perihal Tindak Lanjut Perubahan Status Kepsek Pelaksana PSP tertanggal 11 Maret 2022 yang ditujukan ke Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan.

Surat yang ditandatangani Direktur Jenderal Ditjen PAUD, Pendas dan Pendidikan Menengah Jumeri itu menuturkan, menindaklanjuti surat Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Nomor 0416/B3/GT 03.15/2022 tanggal 18 Februari 2022 dan nomor 0220/B3/GT.03.15/2022 tanggal 8 Februari 2022 perihal penyampaian informasi mutasi kepala sekolah, maka hasil klarifikasi menunjukkan tiga pemerintah provinsi dan satu pemkot terbukti melanggar nota kesepakatan PSP. Keempat pemda tersebut adalah Provinsi NTT, Lampung, Aceh serta Kota Ternate.

“Memperhatikan ketentuan pada Kemendikbud Nomor 371/2021, provinsi/kabupaten/kota yang melanggar dikenakan sanksi tidak diizinkan untuk mengikuti seleksi kepala sekolah calon pelaksanaan PSP di angkatan berikutnya,” tulis surat tersebut.

Sanksi ini disayangkan Anggota Komisi III DPRD Kota Ternate Nurlaela Syarif. Ia menyatakan, sangat disayangkan apa yang menjadi ikhtiar DPRD dalam bentuk rekomendasi ke Dinas Pendidikan dan pemkot tentang kebijakan dua kepala sekolah penggerak tak diindahkan.

“Ikhtiar kami dalam rangka mendorong bersama-sama pemerintah untuk komitmen terhadap kualitas dan mutu pendidikan diabaikan. Sekarang daerah menjadi sangat rugi, karena tidak boleh mengikuti seleksi sekolah penggerak. Kalau sekolah tidak bisa mengikuti, kan konsekuensinya ke guru, ke kepsek dan peserta didik,” ujar Nurlaela, Rabu (6/4).

Bagi Nurlaela, Kota Ternate tengah diberi rapor merah terkait pengelolaan pendidikan. Rapor merah ini meliputi kualitas dan mutu pendidikan, serta sumber daya guru.

Ia menuturkan, percepatan mutu dan kualitas pendidikan tidak optimal. Karena selama ini, program tersebut jarang diakomodir dalam APBD Kota Ternate.

“Misalkan peningkatan kapasitas guru, peningkatan mutu dan kualitas guru itu jarang kegiatan diakomodir di APBD dan dipangkas. Ini kan sudah diberi bantuan oleh pempus baik melalui BOS, kinerja kepsek, guru diberikan pelatihan berbulan-bulan agar bisa melakukan percepatan dan transformasi perbaikan mutu dan kualitas pendidikan. Tetapi justru dengan adanya hal ini memperlambat proses di kota Ternate,” ungkap politikus Partai Nasdem ini.

Nurlaela menegaskan, dalam proses ini Wali Kota harus mengevaluasi Kepala Dinas Pendidikan Muslim Gani. Pasalnya, dengan adanya pemberian sanksi ini, selaku pembantu Wali Kota untuk urusan pendidikan harus bisa memberikan pandangan, arah kebijakan dan mendukung keberpihakan mutu dan kualitas pendidikan yang baik.

Sebelumnya, DPRD sudah berulang kali meminta Wali Kota meninjau kembali SK mutasi ASN tersebut. Namun pemkot keukeuh tak melakukan peninjauan kembali.