Tandaseru — Anggota DPD RI daerah pemilihan Maluku Utara, Husain Alting Sjah mendesak Gubernur Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba (AGK) segera mendatangkan tenaga ahli untuk memasang alat swab test di RSUD Chasan Boesoirie. Pasalnya, sudah berpekan-pekan mesin polymerase chain reaction tersebut tiba di Malut namun hingga kini belum bisa digunakan untuk menguji spesimen Covid-19.
Husain yang juga Sultan Tidore ini menyatakan, penanganan Covid-19 di Malut dinilai paling lambat. Di sisi lain, kenaikan jumlah pasien terpapar corona sudah di luar batas rasional. Per Kamis (9/7), angka kasus positif Malut mencapai 1.077 kasus.
“Kita harus meminta untuk Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba agar lebih serius dalam penanganan Covid-19 saat ini. Gubernur tidak boleh berpangku tangan dan membiarkan begini saja,” tegasnya saat diwawancarai di Kantor Wali Kota Ternate, Kamis (9/7).
Husain bilang, penanganan Covid-19 bukan sekadar publikasi angka-angka kasus pasien positif, sembuh dan meninggal.
“Penanganan itu bagaimana cara kita bergerak memutuskan mata rantai,” kata dia.
Alat swab test hingga saat ini belum bisa dioperasikan, sambung Husain, alasannya karena persoalan tenaga dan instalasi untuk memasang belum ada. Menurut dia, pemasangan alat tinggal mencari tenaga ahli, jadi seharusnya tidak menjadi persoalan pelik yang menguras otak.
“Panggil tenaga ahli satu orang dari Jakarta kesini, lalu tinggal pasang. Susahnya apa?” ucapnya dengan nada kesal.
Husain menambahkan, jika Gubernur merasa kesulitan mendatangkan tenaga ahli, ia bersedia membantu mencarikan tenaga tersebut.
“Kalau Gubernur rasa susah, kasih uangnya biar saya yang cari orang untuk pasang alat,” tegasnya.
Sebelumnya, Direktur LSM Rorano Malut, M. Asghar Saleh dalam rapat Panitia Khusus Covid-19 DPRD Malut juga mengungkapkan, semua skema penanganan harus saling berhubungan dan mendukung. Tak ada gunanya upaya promotif dan preventif dilakukan tanpa dukungan peralatan yang memadai untuk mempercepat penegakan diagnostik.
“Atau sebaliknya penegakan diagnostik yang cepat tak berpengaruh jika kesadaran masyarakat makin hilang,” ujarnya.
Asghar bilang, Malut butuh lab PCR. Meski saat ini sudah ada sumbangan mesin, tapi belum bisa digunakan.
“Sementara rate of transmission kita masih 1,4. Ada di atas ketentuan WHO dan Kemenkes. Artinya penularan di lokal masih tinggi. Bagaimana memastikan siapa yang terinfeksi atau tidak jika kita tak punya lab,” jabarnya.
Setelah hasil lab terkonfirmasi positif, sambungnya, maka pasien harus dikarantina. Tak bisa memberi pilihan karantina mandiri karena masyarakat tidak siap dan anggaran Covid-19 masih banyak.
“Rp 163 miliar baru terpakai kurang dari setengahnya. Tidak elok melihat semua hotel dipakai perusahaan tambang untuk karantina karyawan mereka sementara warga yang positif yang mestinya juga dikarantina masih stay at home juga karena Pemda tidak menyediakan tempat,” sambungnya.
Asghar berujar, karena tak punya lab dengan PCR maka siang tadi 238 spesimen hasil swab dikirim lagi ke Makassar. Terbanyak dari Ternate, Morotai dan Kepulauan Sula, ada juga dari Haltim, Halut, Tidore dan Halbar.
“Moga hasil pemeriksaan cepat kembali ke Ternate lagi. Kalau tidak maka akan menumpuk lagi kasusnya,” tandasnya.
Tinggalkan Balasan