Oleh: Mansyur Armain

______

TAK terlalu dingin malam itu. Walaupun sedikit menggigil dalam perjalanan. Begitu sunyi. Kendaraan roda dua dan empat adalah teman di malam itu. Tetesan embun, membekas di celah-celah jalan setapak. Lampu jalan remang-remang. Ada yang gelap dan terang dari satu kelurahan ke kelurahan lain. Begitulah Tidore. Bukan tak ada orang. Mereka ada di setiap sudut rumah yang sedang tertidur. Tak perlu ketahui.

Setiap waktu dilewati waktu. Setiap setapak demi setapak. Ada cemas dan takut. Sementara yang ada hanya kegelapan. Walau terang, namun tak kelihatan saat jalan membelok menuju Keluruhan Dokiri. Di situ uji nyali. Konon katanya, jalan belokan itu, banyak cerita tersirat dan rawan kecelakaan.

Bagi saya, itu hanya perasaan. Tapi tidak, saya harus berpikir dua kali lipat daripada balik arah. Dengan keraguan, akan tetapi tekad dan niat, saya harus lewati tanpa menunggu cahaya. Atau, kendaraan lain.

Di tanggal 17 Maret 2021 malam, itulah jalan panjang bagi saya untuk menembus kegelapan yang penuh misterius. Meskipun seorang diri, tanpa ada pasangan. Waktu itu, belum tengah malam. Kira-kira tepat pukul 10.11 WIT dengan motor Jupiter menuju Kelurahan Bobo, Kecamatan Tidore Utara. Tak lain, bertemu dengan sahabat saya, Mukrim Fabanyo untuk melakukan wawancara.

Sebelum menjadi pengusaha pala, Mukrim atau disapa Ukhye ini, sempat merantau di Kabupaten Halmahera Selatan. Di sana, ia menjadi seorang guru di salah satu sekolah SMP Halmahera Selatan. Hampir sebagian tenaga, pikiran, keikhlasan, dan pengabdian dihabiskan untuk mengabdi dan mencerdaskan anak-anak di Halmahera Selatan.

Namun kabar angin, bahwa Ukhye teman saya, sudah balik di kampung halaman menjadi seorang pengusaha pala di Kelurahan Bobo. Saya tidak tahu, alasan putus asa atau seperti apa, sehingga ia dengan kerendahan hati melepaskan pekerjaannya menjadi  guru.