Tandaseru — Setelah menyambangi Kementerian Kelautan dan Perikanan pada Mei lalu, anggota DPD RI daerah pemilihan Maluku Utara R. Graal Taliawo berturut-turut melanjutkan Safari Politik Kerja-nya ke Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, juga Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral. Pertemuan ini adalah tindak lanjut teknis setelah Graal beberapa waktu lalu diskusi dengan para menteri tersebut.
Berbekal dokumen catatan aspirasi warga yang disampaikan kepadanya ketika turun lapangan, Graal bertukar pikiran dengan para pihak kementerian. Sebagai representasi daerah di pusat, ia menjalankan fungsi penghubung antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam upaya membuka akses program Kementerian yang relevan untuk menyelesaikan masalah di Maluku Utara, juga mendorong adanya atensi lebih pada pembangunan Maluku Utara.
Hilirisasi Pertanian Skala Rumah Tangga
Kepada Yudi Sastro (Direktur Jenderal Tanaman Pangan), Graal sampaikan berbagai permasalahan pertanian di Maluku Utara sebagaimana ia temui di lapangan ketika kunjungan pengawasan: petani dan produksi pertanian menurun, ada kebutuhan masyarakat atas bibit unggul (misalnya kelapa genjah yang pohonnya relatif rendah), hilirisasi sektor pertanian belum masif dikembangkan, serta ada kebutuhan prasarana dan sarana produksi termasuk jalan tani, dan lainnya.

“Banyak anak muda Maluku Utara enggan bertani dan cenderung lebih memilih bekerja di sektor pertambangan. Bahkan, perguruan tinggi pun mengalami krisis mahasiswa/i jurusan pertanian. Keengganan ini tentu bukan tanpa alasan. Salah satunya karena kebijakan di sektor pertanian/perkebunan belum mengarah pada masa depan yang menjanjikan,” kata Graal.
Selain itu, anggota Komite II ini menjelaskan isu yang menjadi fokusnya yaitu hilirisasi sektor pertanian.
“Saya teriakkan bahwa kita perlu mendorong supaya ada hilirisasi di sektor pertanian tapi basisnya adalah UMKM dan koperasi, bukan industri besar. Warga perlu merdeka dan berdaya dengan sumber daya alam berkelanjutan di sekitarnya. Peran negara adalah menjadi fasilitator supaya warga bisa memiliki daya saing,” jelasnya.
Kembangkan Pertanian untuk Masa Depan
Pegiat Politik Gagasan ini juga menyoroti soal ancaman krisis lahan di Maluku Utara. Ia mengungkapkan dari luas daratan di Maluku Utara yang mencapai 3,3 juta ha (33.278 km2), sekitar 655.581 ha untuk konsesi pertambangan sedangkan untuk kawasan pertanian pangan berkelanjutan hanya 27.959 ha tetapi lahan produktif hanya 7.300 ha.
“Saya pernah bilang waktu rapat dengan Kementerian ESDM, lama-lama kami di Maluku Utara ini makan nikel sama makan emas,” ucap laki-laki kelahiran Wayaua ini.
Sementara kepada Baginda Siagian (Direktur Tanaman Semusim dan Tahunan) dan Ardi Praptono (Direktur Tanaman Sawit dan Aneka Palma), alumni Ilmu Politik Universitas Indonesia ini juga menyampaikan kegelisahan lainnya.
“Ada kegelisahan atas kondisi Maluku Utara di tengah masifnya ekspansi pertambangan namun potensi utama (pertanian dan perikanan) tidak dikembangkan. Maluku Utara yang dikenal sebagai penghasil rempah tetapi sampai saat ini belum terlihat wujudnya. Pun kelapa, sejak puluhan tahun belum ada produk/olahan jadi tertentu yang signifikan dihasilkan selain kopra. Kami puluhan bahkan ratusan tahun, kelapa itu hanya jadi kopra. Kalau hanya untuk sekadar makan minum saya juga cukup (orangtua saya juga dari situ), tapi kalau mau menjadikan sandaran ekonomi dan masa depan itu tidak cukup,” kata Graal.
Ia meminta atensi para pihak kementerian untuk Maluku Utara.
“Jika bapak/ibu sedang menyusun program, tolong ingat Maluku Utara karena kami membutuhkan dorongan dari Pemerintah Pusat untuk berdaya secara ekonomi, dan membutuhkan pembinaan/pendampingan untuk meningkatkan kemampuan mengolah sumber daya berkelanjutan di sekitar menjadi barang/olahan jadi,” ujarnya.
Pihak Kementerian Pertanian merespons positif kedatangan Graal. Dengan kerja kolaborasi seperti ini, Graal berharap kepercayaan warga untuk mengolah sektor pertanian di Maluku Utara terbangun dan hilirisasi sektor pertanian bisa hidup dan tegak menatap masa depan. Pertanian sebagai sumber daya alam berkelanjutan layak untuk menjadi sandaran hidup. Pemerintah Daerah tentu perlu menyambut hal ini dengan proaktif berkonsultasi dengan pihak Kementerian terkait proposal kebutuhan masyarakat Maluku Utara.
Masyarakat Perlu Pendampingan Kemenperin
Kepada pihak Kementerian Perindustrian, Graal meminta Kemenperin (melalui Direktorat Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka) memfasilitasi masyarakat Maluku Utara melakukan hilirisasi sektor pertanian dan perikanan berbasis rumah tangga/koperasi/UMKM.

Lebih lanjut laki-laki 37 tahun ini mencontohkan fenomena di Maluku Utara. Awalnya warga menjual bongkahan kelapa dan seiring perkembangan peradaban (budaya ekonomi) mereka menemukan cara mengolah kelapa menjadi kopra, dan sampai sekarang belum ada produk turunan seperti VCO atau lainnya yang dihasilkan secara signifikan. Sekarang industri kelapa sudah masuk dan warga kembali menjual bongkahan kelapa.
“Jadi budaya ekonominya menjadi stuck/berhenti untuk memproduksi kelapa menjadi barang jadi karena diambil oleh industri,” urai Graal.
Padahal menurutnya, warga Maluku Utara seharusnya setelah dahulu menjual bongkahan kelapa, mengolah jadi kopra, berikutnya adalah bisa menghasilkan VCO, sampo, saos, atau kecap dari kelapa.
“Warga harus berdaya dengan mengolah sumber daya alam berkelanjutan yang ada di sekitarnya. Mereka berkenan melakukan pendampingan dan mendorong Pemerintah Daerah (terutama Kabupaten) untuk bisa mengajukan proposal sesuai dengan kebutuhan masyarakat, juga mendorong Pemda menghidupkan kembali sentra-sentra IKM yang sudah dibangun di Maluku Utara,” tegasnya.
Apresiasi bahwa Kementerian Perindustrian sudah membuka pintu lebar dan siap sedia membantu. Kembali, giliran Pemerintah Daerah harus proaktif menyusun proposal sesuai dengan kebutuhan masyarakat Maluku Utara dan mengonsultasikannya dengan pihak kementerian.
Perlu Mitigasi Dampak Negatif Pertambangan
Menyambangi Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral, Graal melakukan diskusi panjang lebar terkait persoalan tambang di Maluku Utara dengan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara. Ia mempertanyakan bagaimana implementasi kebijakan pertambangan Pemerintah Pusat di Maluku Utara selama ini karena begitu banyak dampak-dampak negatif yang ditimbulkan.

“Pemerintah Pusat perlu memitigasi dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan akibat aktivitas pertambangan. Jangan biarkan luka itu menganga dan secara jelas terlihat. Sebagai pihak pemberi IUP, Pemerintah Pusat perlu komitmen dan konsekuen mengawasi juga bertanggung jawab atas aktivitas pertambangan yang berjalan. Kepedulian negara tecermin dari kebijakannya yang berpihak pada rakyat,” tegas Graal.
Ia memahami ada potensi ekonomi dari aktivitas pertambangan, tapi tentu tanggung jawab lingkungan dan sosial khususnya di daerah lingkar tambang perlu konsekuen dilakukan. Pemerintah Pusat perlu mewaspadai ekses berikutnya ketika konflik horizontal antarwarga dan perusahaan kerap terjadi.
Pihak kementerian merespons bahwa mereka sedang berupaya optimal untuk memitigasi berbagai persoalan, termasuk memantapkan peran Inspektur Tambang di setiap provinsi untuk mengawasi aktivitas pertambangan setiap perusahaan dan juga menggunakan teknologi untuk pemetaan masalah lingkungan dan pengawasan AMDAL. Mereka memahami bahwa kebanyakan IUP di Maluku Utara ini diterbitkan oleh kepala daerah periode-periode lalu (bukan Kementerian/Pemerintah Pusat), sehingga dalam praktiknya (bahkan sejak awal) banyak kekurangan.
Tinggalkan Balasan