“Sekarang posisi yang bersangkutan adalah bakal calon pengganti, belum ditetapkan sebagai calon dan oleh karenanya status dan kedudukannya masih sebagai warga biasa yang kebutulan diusulkan sebagai bakal calon pengganti. Oleh karena itu, menurut saya posisi dan keadaan Sherly Tjoanda tidak bisa disematkan perlakuan khusus dengan alasan force majeure. Apa dasar KPU Malut menyatakan ini adalah force majeure? Apa indikatornya? Dan bisakah seseorang yang masih berstatus bakal calon diperlakukan khusus dengan alasan force majeure? Saya kira ini sesuatu yang keliru dan perlu dipertanyakan,” tegas mantan komisioner Bawaslu Malut ini.
Aslan juga menyoal rekomendasi Dinas Kesehatan terkait pengalihan rumah sakit pemeriksa kesehatan Sherly.
“Apa yang menjadi dasar rekomendasi tersebut dikeluarkan? Siapa pihak yang memohon penerbitan rekomendasi tersebut, dan apa dasar KPU Malut menggunakannya sebagai rujukan dalam pengambilan keputusan?” tanyanya.
“Menurut saya, setiap orang yang mencalonkan diri sebagai bakal calon mestinya tunduk dan diperlakukan menurut ketentuan yang sama. Jangan aturan yang disesuaikan dengan keadaan atau keinginan sekelompok orang. Kalau prihatin ya kita semua juga prihatin dan mendoakan agar kesehatan beliau cepat membaik. Tapi soal penerapan aturan saya kira KPU mesti konsisten dan taat asas,” tandas Aslan.
Tinggalkan Balasan