Menurutnya, KPU Maluku Utara melakukan perjanjian kerja sama dengan RSUD dr. Chasan Boesoerie, itu hanya pada saat pemeriksaan kesehatan empat paslon saat itu saja. Sebab, ada klausula perjanjian bahwa setelah pihak kedua dalam hal ini RSUD dr. Chasan Boesoerie menyampaikan hasil pemeriksaan ke pihak pertama yakni KPU Maluku Utara, maka disitulah berakhirnya kerja sama.
Keadaan ini jelas Mohtar, yang menjadi berbeda antara pengusulan pengganti dengan keadaan normal pencalonan sebelumnya adalah soal alokasi waktu yang tidak lagi sama.
“Tentu prosesnya sangat singkat untuk memproses pengganti yang diusulkan. Konstruksi norma, tentu mempertimbangkan terkait dengan persiapan logistik surat suara dan logistik lainnya yang juga membutuhkan waktu, tidak hanya proses cetak tetapi mulai dari validasi, cetak, distribusi, sortir dan pelipatan,” ungkapnya.
Mohtar menambahkan, bahwa semuanya sudah dipertimbangkan sesuai ketentuan yang berlaku, bukan murni variabel calon pengganti yang sedang dalam perawatan.
KPU sambung dia, juga tidak punya otoritas menilai keadaan kesehatan seseorang, dan hanya mempertimbangkan pihak yang punya otoritas menilai keadaan seseorang kemudian KPU menempuh sesuai jalur dengan berkoordinasi pada pihak terkait, yaitu dinas kesehatan, sebagaimana amanat regulasi.
“Itu saja. Kalau ada pihak yang menilai KPU Provinsi Malut tidak berlaku adil terhadap setiap pasangan calon, silahkan, kami berterima kasih itu hak publik untuk menilai. Tapi perlu saya tegaskan bahwa kami tidak akan pernah bergeser dari posisi kami sebagai penyelenggara yang harus berlaku adil untuk semua pihak dan penegasan ini tidak sekadar isapan jempol, tapi benar-benar lahir dari pendirian sebagai penyelenggara Pemilu sesuai amanat undang-undang bahwa lembaga KPU adalah lembaga layanan dan layanannya untuk semua pihak tanpa diskriminasi,” tambah Mohtar mengakhiri.
Tinggalkan Balasan